Di luar pertimbangan biaya, senjata laser memberikan keuntungan tersendiri dalam hal presisi dan siluman. Beroperasi dengan kecepatan cahaya, senjata ini sangat efektif terhadap pesawat nirawak, pesawat terbang, dan aset angkatan laut, yang memungkinkan China untuk menetralisir ancaman tanpa meninggalkan lintasan yang terlihat. Kemampuan ini mengurangi risiko pembalasan langsung dan meningkatkan kemampuan China untuk menegakkan blokade atau mengganggu pertahanan Taiwan tanpa meningkatkan ketegangan menjadi perang skala penuh.
Selain itu, China dilaporkan telah mengembangkan sistem pendingin canggih yang memungkinkan operasi laser berkelanjutan, mengatasi keterbatasan sebelumnya yang terkait dengan panas berlebih. Terobosan ini meningkatkan kelayakan senjata laser untuk pertempuran yang berkepanjangan, menjadikannya pilihan yang berkelanjutan untuk konflik di masa mendatang.
China juga diduga telah menguji senjata lasernya dalam konflik luar negeri, khususnya di Ukraina, di mana laporan menunjukkan bahwa sistem laser China telah dikerahkan oleh pasukan Rusia. Latihan tembak langsung ini memberi China data berharga tentang efektivitas senjata energi terarahnya, yang memungkinkannya untuk menyempurnakan sistemnya sebelum mengerahkannya dalam potensi konflik Taiwan.
Dengan memanfaatkan kemajuan ini, China memposisikan dirinya untuk konfrontasi di masa mendatang di mana presisi, efisiensi biaya, dan gangguan strategis lebih diutamakan daripada peperangan tradisional. Perkembangan PLA yang sedang berlangsung menunjukkan bahwa senjata laser mungkin akan segera menjadi landasan strategi militer China di Selat Taiwan.
Meningkatnya ketegasan China terhadap Taiwan didorong oleh faktor historis, politik, militer, dan ekonomi, yang mencerminkan ambisi lama Beijing untuk membawa pulau itu di bawah kendalinya. Partai Komunis China (PKC) memandang Taiwan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari China, dengan mengutip klaim historis dan kebijakan Satu China.
Sejak mundurnya Kuomintang pada 1949, Beijing telah menentang segala upaya menuju kemerdekaan Taiwan, memperkuat pendiriannya melalui tekanan diplomatik dan sikap militer. Ketegasan ini semakin meningkat, dengan China meningkatkan latihan militer di Selat Taiwan. Para ahli percaya bahwa latihan skala besar ini—termasuk latihan Strait Thunder 2025A yang mensimulasikan pendaratan amfibi dan serangan udara—adalah latihan untuk kemungkinan invasi. Kemajuan militer Beijing yang pesat, ditambah dengan agresi yang meningkat, menunjukkan upaya yang diperhitungkan untuk mempersiapkan aneksasi Taiwan ke wilayah China.