JAKARTA - Kabar tentang penjualan empat pulau di Kawasan Anambas, Kepulauan Riau, menuai banyak respons, baik dari pemerintahaan sampai peguruan tinggi. Diketahui, empat pulau di Kabupaten Anambas, Kepulauan Riau yang mendadak jadi sorotan usai muncul di situs jual-beli website asing diantaranya Pulau Ritan, Pulau Tokongsendok, Pulau Mala, dan Pulau Nakok.
Terkait hal itu, Guru Besar Ilmu Hukum Bidang Hukum Agraria dan Pertanahan Program Pasca Sarjana Universitas Kristen Indonesia (UKI) Prof. Aarce Tehupeiory, mengatakan tidak ada regulasi yang memperbolehkan adanya penjualan pulau kecil di Indonesia
"Tanah atau pulau tidak boleh dijual karena merupakan bagian dari sumber daya alam seperti yang di tulis dan dinyatakan dalam UUD pasal 33 tahun 1945 yang merupakan filosofi hukum tanah untuk negara bisa memberikan kesejahteraan bagi masyarakatnya", ujar Aarce, Rabu(25/6/2025).
Untuk diketahui, Pasal 33 ayat (3) UUD tahun 1945 yang menyatakan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar besar kemakmuran rakyat.
Aarce menegaskan, makna dari Pasal 33 tersebut sudah jelas, yang berarti memberikan sepenuhnya kepada negara untuk mengantur dari peruntukan pengunaan tanah.
"Kita memang membutuhkan investasi asing untuk pulau-pulau di Indonesia, tetapi jangan sampai investasi tersebut merugikan masyarakat yang artinya di mana mereka mencari nafkah seperti yang dikatakan dijual berarti secara otomatis masyarakat bisa kehilangan mata pencarian mereka," kata Aarce.
Karena itu, Aarce mengatakan, pembentukan tim terpadu pengadaan tanah untuk proyek strategi nasional harus didukung program Astacita yang diusung oleh Presiden Prabowo Subianto dalam memperkuat reformasi politik, hukum dan birokrasi, khusunya untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur untuk kepentingan umum.
Selain itu, peran Satgas Mafia Tanah dalam pencegahan dan pemberantasan praktik mafia tanah menurutnya juga perlu diperkuat. "Dapat dilakukan pembentukan komisi pemberantasan mafia tanah setidaknya dibuat komisi antimafia tanah bahkan perlu membentuk lembaga peradilan tersendiri dalam hal penyelesaian sengketa tanah dan konflik tanah dan eksistensinya diperkuat melibatkan akademisi yang benar memahami permasalahan dan azas azas penguasaan penggunaan tanah (tanah nasional)," sambungnya.
(Angkasa Yudhistira)