JAKARTA – Kejagung menetapkan empat tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, dan Riset Teknologi (Kemendikbudristek) periode 2020–2022. Akibat perbuatan mereka diduga menimbulkan kerugian negara Rp1,980 triliun dari nilai proyek Rp9,3 triliun yang bersumber dari APBN.
“Negara mengalami kerugian sekitar Rp1,980 triliun. Kemudian, terhadap empat orang tersebut, berdasarkan alat bukti yang cukup, maka pada malam hari ini penyidik menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka,” ujar Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Kejagung, Jakarta, Selasa (15/7/2025).
Keempat tersangka itu yakni, Ibrahim Arief (IA), konsultan perorangan pada Kemendikbudristek di era Menteri Nadiem Makarim. Lalu, SW selaku Direktur Sekolah Dasar Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Menengah pada 2020–2021 sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) di lingkungan Direktorat Sekolah Dasar 2020–2021.
Selanjutnya MUL, selaku Direktur SMP Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Menengah. Kemudian, JT, selaku mantan Staf Khusus Menteri.
Abdul Qohar menjelaskan perbuatan tersangka bertentangan dengan ketentuan Pasal 2 Ayat (1), kemudian Pasal 3 jo Pasal 14 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55. Tiga dari empat orang tersangka langsung dilakukan penahanan di Rutan Salemba Cabang Kejagung.
“Pertama, saudara MUL dilakukan penahanan di Rutan Salemba Cabang Kejagung untuk 20 hari ke depan; tersangka SW dilakukan penahanan di Rutan Salemba Cabang Kejagung; IA alias Ibrahim Arief dilakukan penahanan kota karena berdasarkan pemeriksaan dokter, yang bersangkutan mengalami penyakit jantung kronis,” ucapnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, mengatakan satu tersangka berinisial JT masih berada di luar negeri dan tidak mengindahkan pemanggilan dari Kejagung. “Satu orang, JT, tidak ada di Indonesia dan sudah beberapa kali dipanggil sebagai saksi tetapi tidak mengindahkan surat panggilan,” ucap Harli.
Sebelumnya, pada hari ini, Jampidsus Kejagung juga melakukan penjemputan paksa terhadap mantan stafsus eks Mendikbudristek Nadiem Makarim, Ibrahim Arief. Ibrahim dijemput untuk diperiksa lanjutan oleh penyidik. “Iya, benar hari ini dijemput,” ujar pengacara Ibrahim, Indra Haposan, di Kejagung, Selasa.
Menurut Indra, kliennya dijemput paksa oleh penyidik Kejagung untuk menjalani pemeriksaan lanjutan dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook.
Duduk Perkara Dugaan Korupsi Pengadaan Laptop Chromebook
Kasus ini bermula saat Kemendikbudristek menyusun rencana pengadaan bantuan peralatan TIK bagi satuan pendidikan dasar, menengah, dan atas untuk pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) pada tahun 2020. Rencana itu pada intinya melakukan pengadaan laptop berbasis Chromebook.
Namun sebelumnya, pada 2018–2019 Kemendikbudristek sebenarnya pernah melakukan uji coba pengadaan 1.000 Chromebook. Hasilnya, pengadaan itu dinilai tidak efektif untuk menjalankan kegiatan AKM. Hal itu disebabkan karena laptop berbasis Chromebook hanya efektif digunakan apabila ada jaringan internet, sementara kondisi internet di Indonesia dinilai belum merata.
Tim Teknis Perencanaan Pembuatan Kajian Pengadaan Peralatan TIK sempat merekomendasikan penggunaan laptop berbasis Windows karena dinilai lebih efektif. Kajian ini disebut Kajian Pertama (Buku Putih). Namun dalam perjalanannya, Kemendikbudristek justru mengganti kajian itu agar spesifikasi pengadaan tetap menggunakan laptop berbasis Chromebook.
Dasar penggantian kajian itu dinilai Kejagung tidak berdasarkan atas kebutuhan sebenarnya. Dari temuan itu, Kejagung menduga adanya tindakan persekongkolan atau pemufakatan jahat dengan cara mengarahkan Tim Teknis agar membuat kajian baru. Perkara ini naik ke tahap penyidikan sejak 20 Mei 2025.
Dalam perjalanannya, Kejagung telah menggeledah sejumlah lokasi, termasuk Kantor GoTo dan kediaman dua stafsus Nadiem Makarim saat dirinya menjabat menteri. Kejagung juga telah mencegah Nadiem Makarim bepergian ke luar negeri sejak 19 Juni 2025 meski statusnya masih sebagai saksi. Nadiem dicegah selama enam bulan guna memudahkan penyidik melakukan pemeriksaan.
(Arief Setyadi )