LOMBOK – Dalam rangka memperkuat sinergi antara Kementerian Kebudayaan dan masyarakat adat, Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon melalui Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat, bekerja sama dengan Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XVI, menyelenggarakan Sarasehan Kebudayaan dan Masyarakat Adat yang berlangsung di Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Sarasehan ini dihadiri oleh perwakilan Sekretariat Nasional Perkerisan Indonesia (SNKI), para pelaku seni dari berbagai daerah, para pemangku adat, empu keris, tokoh budaya lokal, serta pelaku seni dan kerajinan tradisional dari berbagai daerah di NTB.
Kehadiran para pelaku seni ini mengangkat berbagai isu penting, mulai dari sertifikasi pembuat keris, pelestarian manuskrip lontar, hingga revitalisasi nilai-nilai budaya dan ritus adat.
Dalam kesempatan ini, Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyampaikan bahwa komunitas perkerisan di Lombok dan Sumbawa semakin kuat dan aktif.
“Sudah ada beberapa literatur tentang keris Lombok, termasuk buku yang saya tulis bersama Pak Basuki. Buku tersebut saat ini sedang dalam proses penerjemahan ke bahasa Inggris agar bisa diakses lebih luas,” ujarnya.
Fadli mendorong agar literasi mengenai keris terus dikembangkan. Tidak hanya dari sisi bentuk atau hiasan, tetapi juga dari sisi teknik pembuatan, nilai filosofi, hingga peran sosial-budayanya.
“Kita juga kekurangan literatur mengenai keris Sumbawa, padahal karakteristiknya sangat berbeda dengan keris Lombok. Ini merupakan peluang riset dan publikasi yang perlu segera ditangkap,” tuturnya.
Sejumlah empu dari Lombok Timur, Sakra, dan Bayan turut menyampaikan pandangan mereka terkait karakteristik lokal keris Lombok yang terbentuk dari hasil akulturasi budaya Bali, Sumbawa, dan Jawa.
Selain keris, isu manuskrip tradisional juga mendapat sorotan. Sejumlah tokoh mencatat adanya kekosongan narasi sejarah Lombok, terutama periode pra-penjajahan, yang perlu dilengkapi melalui riset dan transliterasi naskah-naskah yang kini masih tersimpan di museum maupun komunitas adat.
“Saat kunjungan ke museum provinsi, saya juga meninjau langsung penyimpanan manuskrip lontar. Koleksi manuskrip ini sangat banyak, mencapai sekitar 1.800 naskah,” ujar Fadli.
Ia menyampaikan pentingnya untuk membuat katalog manuskrip dan klasifikasinya menurut isi: pengobatan, ajaran, hukum, sastra, dan sebagainya. “Ini menjadi peluang besar bagi riset mahasiswa, dosen, maupun peneliti. Saya yakin dari sini bisa lahir skripsi, tesis, bahkan disertasi yang sangat bernilai,” tuturnya.
Fadli melanjutkan, sebagian manuskrip penting nasional seperti Negarakertagama yang dibawa dari Belanda ternyata berasal dari Lombok. Meski berupa salinan, hal ini menunjukkan betapa pentingnya posisi Lombok dalam sejarah intelektual Nusantara.
Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan YME dan Masyarakat Adat Sjamjul Hadi, dalam sambutannya mengatakan, “Pertemuan ini merupakan ruang terbuka untuk mendengarkan langsung aspirasi masyarakat adat dan pelaku budaya lokal. Kami ingin mendengar dari akar rumput, bukan semata-mata membuat program dari atas.”
Pembina SNKI Provinsi NTB Lalu Abdurrahim, turut menyampaikan bahwa kreasi dan kreativitas keris dari Madura sangat terkenal. Namun, di Lombok terdapat empu keris dari daerah Cakra yang memiliki karya keris unik dan potensial yang belum banyak dikenal.
Mendampingi Menteri Kebudayaan, hadir Staf Khusus Menteri Bidang Protokoler dan Rumah Tangga, Rachmanda Primayudha; Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan YME dan Masyarakat Adat, Sjamsul Hadi; serta Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XV, Kuswanto.
Sebagai penutup, Menteri Kebudayaan mengajak seluruh pihak, dari pemerintah daerah, komunitas adat, akademisi, seniman, dan budayawan untuk bersama-sama menjaga, mengembangkan, dan memajukan kebudayaan NTB.
Dengan dukungan kebijakan, literasi, sertifikasi, serta pendanaan yang tersedia, inilah saatnya NTB tampil sebagai salah satu pusat kebudayaan penting di Indonesia.
(Agustina Wulandari )