JAKARTA - Pergerakan netizen yang semakin aktif dan kritis di media sosial, dari isu Peringatan Darurat, Indonesia Gelap, hingga 17 + 8, perlu dipahami secara jernih oleh semua pihak.
Pakar strategi kampanye digital, Haryo Moerdaning Putro mengatakan, fenomena tersebut mencerminkan dinamika sosial yang multidimensi, di mana keresahan masyarakat yang murni sering kali bersinggungan dengan upaya kelompok tertentu yang ingin menunggangi gerakan rakyat.
“Media sosial melahirkan demokratisasi narasi dan membuka ruang partisipasi publik yang belum pernah ada sebelumnya. Ini adalah kemajuan besar bagi demokrasi,” ujar Haryo, Selasa (7/10/2025).
Namun, menurutnya, hasil riset dan social media listening menunjukkan adanya potensi ancaman dari pihak-pihak tak bertanggung jawab yang membawa ideologi radikal dan berusaha memanfaatkan gerakan rakyat yang murni sebagai ‘Kuda Troya’ untuk kepentingan mereka.
“Apa yang terjadi di media sosial jauh lebih kompleks dari yang tampak di permukaan. Di balik setiap unggahan, ada kekuatan algoritma, para influencer besar dan mikro, clipper, homeless media, hingga buzzer dan cyber army, baik yang organik maupun berbasis mesin. Semua memiliki agenda masing-masing,” jelasnya.