JAKARTA - Mantan Jaksa Agung Marzuki Darusman menyatakan penolakannya terhadap rencana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto.
Menurutnya, wacana tersebut menunjukkan bentuk ketidakpekaan negara terhadap pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan praktik korupsi yang terjadi selama masa Orde Baru.
Pernyataan itu disampaikan Marzuki dalam Konferensi Pers “Menolak Soeharto Sebagai Pahlawan Nasional” di kawasan Jakarta Pusat, Selasa (4/11/2025).
“Kita sedang dalam hari-hari menjelang, jikalau Presiden Soeharto dianugerahkan gelar pahlawan nasional, maka itu adalah pengabaian dan ketidakpekaan monumental dari negara ini terhadap pelanggaran hak asasi,” ujarnya.
Marzuki menilai rekam jejak Soeharto selama menjabat presiden selama lebih dari tiga dekade tidak memenuhi nilai-nilai kepahlawanan, terutama karena adanya pelanggaran HAM dan praktik korupsi sistemik di masa pemerintahannya.
“Kekerasan-kekerasan yang terjadi sepanjang 30 tahun dan hingga kini belum terselesaikan sudah diakui oleh pemerintah sebelumnya. Pemerintah sekarang tinggal melaksanakan penyelesaiannya,” kata Marzuki.
Ia menegaskan, secara hukum pun Soeharto tidak layak dianugerahi gelar Pahlawan Nasional.
“Dari segi hukum saja, sudah tidak bisa Presiden Soeharto diberikan gelar kepahlawanan itu,” tambahnya.
Lebih lanjut, Marzuki menilai bahwa rencana pemberian gelar tersebut tidak bisa dilepaskan dari upaya untuk menulis ulang sejarah Indonesia dalam versi pemerintah yang berpotensi mengaburkan peranan dan tanggung jawab Soeharto selama memimpin Orde Baru.
“Tidak bisa dilepaskan bahwa rencana penganugerahan gelar pahlawan nasional ini terkait dengan proses menulis ulang sejarah Indonesia dalam versi pemerintah yang berkaitan dengan peranan Presiden Soeharto,” pungkasnya.
(Awaludin)