JAKARTA - Kasus dugaan makar yang melibatkan tokoh nasional dan aktivis hingga kini terus bergulir. Penyidik Polda Metro Jaya tengah mengebut berkas perkara kasus ini untuk segera dilimpahkan ke kejaksaan.
Menanggapi hal itu, Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum UI (MaPPI FHUI) menilai penangkapan dan penetapan para tokoh yang dituding sebagai aktor dugaan makar ini tidaklah tepat. Pasalnya, definisi makar di dalam KUHP berbeda-beda.
"Kalau kita lihat asal kata Belanda, makar itu anslagh yang artinya serangan. Jadi memang harus ada serangan dulu dengan tujuan menggulingkan pemerintahan dengan tujuan memisahkan dari negara kesatuan atau berkomplot dengan negara sahabat," kata Kepala Divisi Reformasi Sistem Peradilan Pidana MaPPI FHUI, Anugerah Rizki Akbari di Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (21/12/2016).
Menurut dia, poin dari makar itu harus ada serangan terlebih dahulu, sementara jika belum ada serangan maka hal itu belum disebut makar.
"Poinnya adalah harus ada serangan, silent attack. Misalkan kita angkat bendera, apa itu makar? itu enggak," tuturnya.
Anugerah menilai, negara terlalu jauh menangkapi tokoh dan aktivis mengenai kasus dugaan makar, terlebih ancaman hukumannya sangat tinggi.