Soeharto Kecil Jago Main Sepak Bola

SINDO, Jurnalis
Senin 14 Januari 2008 06:37 WIB
Share :

WONOGIRI - Soeharto sempat tinggal di Wuryantoro, Kabupaten Wonogiri, pada masa kecilnya. Banyak kenangan yang dia tinggalkan di daerah ini.

Di tengah gencarnya pemberitaan media tentang kabar terbaru kondisi kesehatan Pak Harto, salah satu tempat di Kabupaten Wonogiri, yaitu Wuryantoro,tampak tetap tenang. Persisnya di sebuah rumah yang terletak di tepi Jalan Raya Wonogiri-Pracimantoro.

Di daerah yang berjarak sekitar 15 km dari pusat pemerintahan Kab Wonogiri tersebut, dahulu Pak Harto sempat menghabiskan masa kecilnya. Bersama dengan enam sahabat karibnya, Soeharto kecil dikenal sebagai anak yang gemar bermain sepak bola. Soeharto kecil dikenal andal dalam memerankan posisi sebagai pemain belakang ketika bermain sepak bola.
Satu-satunya sahabat Pak Harto yang kini masih hidup adalah Kamin, 86.Wuryantoro menceritakan telah berteman dengan Soeharto sejak umur tujuh tahun.Ketika itu,menurut Kamin, Soehartotinggaldirumah pamannya yang juga seorang mantritanidi Wuryantoro,yakni Prawirohardjo atau lebih dikenal dengan sebutan Pak Bei Tani.Saat itulah awal mulanya Soeharto mengenal enam orang yang akhirnya menjadi sahabat karibnya. Namun saat ini lima di antara sahabatnya itu telah tiada.

Mereka adalah Warikun, Sutarto (kepala desa), Wariman, Kamsiri, dan Yahman. Berarti kini tinggal Kamin yang masih bisa mengenang masa-masa kecilnya bersama penguasa Orde Baru tersebut. "Dulu saya teman satu sekolah dengan Pak Harto. Waktu itu sekolahnya masih bernama VolksSchool,Sekolah Angka Loro (angka dua) atau lebih dikenal dengan SR (Sekolah Rakyat),"kenang warga Sukolor,RT 01 RW IX Mloko, Manis Kulon,Ngadirojo itu.

Kamin merasa bernasib mujur setelah dipercaya menjadi guru oleh gurunya, Joyo Suyitno.Hal ini karena Kamin kecil dikenal pandai berhitung dagang bank dan membaca." Bahkan,dulu Pak Harto belajar berhitung dagang bareng saya,"ujarnya.Kamin menceritakan, sewaktu tinggal di rumah Pak Bei,Pak Harto sering ikut bercocok tanam padi maupun jagung.

Perpisahan antara Kamin dan Soeharto terjadi sekitar 1939. Ketika itu, Soeharto memperoleh panggilan kerja dua kali dalam sehari, yakni dari bank desa dan menjadi tentara. Kamin mengaku kagum dengan prestasi sahabatnya itu. Dia juga mengungkapkan, selama teman mainnya waktu kecil itu menjabat sebagai Presiden RI,Kamin mengaku pernah dua kali diundang menuju Cendana.

Namun, ada satu hal yang menjadi keinginannya yang hingga kini belum pernah disampaikan. "Sebenarnya saya ingin pangkat saya dinaikkan, tapi saya nggak berani matur (bilang)," ujarnya. Mendengar kabar Soeharto sakit dan terbaring di rumah sakit, Kamin mengaku sedih."Kula ngertos kabar inggih saking tivi, kepinginan kula saget tuwi Pak Harto (saya tahu kabar yadari televisi, keinginan saya adalah menengok Pak Harto)," imbuhnya.

Tempat sekolah Pak Harto di Wuryantoro yang dulu dikenal dengan SR sekarang menjadi gedung SDN I Wuryantoro. Salah seorang guru SDN I Wuryantoro,Y Insiati, menjelaskan, anak didiknya sering dimotivasi dengan menceritakan bahwa sekolah tersebut dulunya merupakan sekolahan Presiden RI kedua. "Anak-anak sering kami motivasi dengan menceritakan bahwa sekolah ini dulunya untuk sekolah Pak Harto. Baik itu dalam kelas maupun saat upacara,"ujarnya.

Sementara itu salah seorang penjaga Padepokan Pak Bei Tani, Sukiyadi, menjelaskan, semenjak Soeharto berusia tujuh tahun,dia telah ditinggal cerai orangtuanya. Setelah itu, Soeharto kecil diasuh pamannya, Prawirohardjo. "Pak Harto itu anak tunggal hasil perkawinan dari Kertosudiro alias Panjang dengan Sukirah yang akhirnya bercerai,"ceritanya.

Setelah perceraian tersebut, Panjang menikah lagi dan mempunyai empat anak. Sementara Sukirah dikaruniai tujuh orang anak setelah menikah dengan Atmopawiro, antara lain Probosutedjo dan Notosoewito. Saudara Pak Harto dari silsilah bapaknya memang tidak dikenal masyarakat luas seperti Ny Moersiati Harsono, Ny Sutinah Djoehron, Sutowibowo, dan Ny Martin Tubagus Sulaeman.

Menurut Sukiyadi, saat Soeharto masih menjabat presiden,Padepokan Pak Bei Tani ramai dikunjungi pelancong. Terlebih lagi mereka datang untuk ngalap berkah (berharap berkah) di Sumur Drajat yang dulu dipakai mandi Soeharto. "Pak Harto itu kenal dengan Bu Tien di Wuryantoro.Dulunya Bu Tien putra wedana di Wuryantoro," ujarnya.

Menurut Sukiyadi, ketika Ibu Tien Soeharto meninggal dunia,rombongan dari Wuryantoro datang untuk melayat di Ndalem Kalitan Solo.Namun bila terjadi hal yang buruk terhadap mantan Presiden Soeharto, sejauh ini Sukiyadi mengaku belum mengetahui rencana warga Wuryantoro.

(Fitra Iskandar)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya