JAKARTA - Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Jusuf Kalla berharap pemerintah Myanmar  segera memulai proses rehabilitasi dan rekonstruksi pasca konflik antar  masyarakat etnis Rohingya dan Rakhine di Myanmar. 
"Program  tanggap darurat tidak boleh lebih dari enam bulan, sebab akan menimbulkan  persoalan psikologis dan kesehatan," ujar Kalla dalam pesan elektroniknya kepada Okezone, Sabtu (11/8/12).
PMI bersama  dengan Organisasi Kerjasama Negara-Negara  Islam (OKI) dan Bulan  Sabit Merah Qatar (QRCS) menandatangani kerjasama dengan Palang Merah Myanmar  untuk menyuplai  bantuan agar bisa diterima masyarakat setempat.  Kalla juga menegaskan, hal terpenting yang harus dilakukan adalah bagaimana  meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kedua belah pihak. "Sehingga ke depan  tidak perlu ada konflik semacam ini," ujarnya. 
 
 Pada  kunjungan delegasi ini JK, begitu sapaan akrab Jusuf Kalla, bertemu dengan  Asisten Sekjen OKI Atta El- Mannan,  Presiden Bulan Sabit Merah Qatar Mohamed  Gahnim Al Mahdeed dengan  Menteri Urusan Perbatasan Myanmar Thein Htay. mereka mendatangi barak pengungsi  Thet Kay Pyin di Sittwe, Rakhine, Myanmar. Disini terungkap ribuan masyarakat  Rohingya dan Rakhine hidup dalam kondisi mengenaskan pasca konflik etnis  tersebut.  
Mereka hidup di barak pengungsi berdesak-desakan dengan  fasilitas sanitasi dan kesehatan yang sangat buruk. Yang membuat kondisi  pengungsi semakin parah, kawasan tersebut tengah mengalami curah hujan yang  cukup tinggi. Sehingga hampir dipastikan para pengungsi mudah terkena penyakit,  terutama yang banyak diderita para pengungsi saat ini adalah penyakit diare,  ISPA dan Kolera. 
 
Menteri  Thein Htay mengatakan pihaknya cukup kewalahan menghadapi dampak pasca kerusuhan  sosial ini. Sementara, kemampuan finansial pemerintah Myanmar dalam proses  rekonstruksi dan rehabilitasi pasca konflik sangat terbatas.   "Karena itu kita sangat terbuka bantuan lembaga internasional untuk  menyelesaikan masalah ini," ujarnya. 
Thein Htay menyebutkan, pihaknya  juga terus berusaha mendamaikan pihak-pihak yang sedang berkonflik di kawasan  itu. Secara rutin, pemerintah mengajak tokoh agama kedua belah pihak untuk  mendinginkan suasana. "Supaya konflik yang berawal dari tindakan kriminal ini  tidak melebar ke persoalan agama," tegasnya
(K. Yudha Wirakusuma)