JAKARTA - Hamas dan Fatah atau Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) kerap mengalami perseteruan usai formasi Kabinet Palestina 2006 terbentuk. Serangan-serangan antara kedua fraksi itu terjadi dan menimbulkan banyak korban.
Hamas dan Fatah membangun pemerintahan bersatu yang dipimpin oleh seorang perdana menteri dari Hamas, Ismail Haniyeh. Namun perseteruan Hamas dan Fatah terus berlangsung dan para pasukan Hamas berupaya mengambil alih Jalur Gaza.
Peperangan terus berlanjut hingga 14 Juni 2007, muncul ledakan di Jalur Gaza. Pejabat Fatah mengatakan, aparat keamanan mulai dikerahkan untuk menghadang Hamas. Namun pada akhirnya Hamas berhasil mengambil kota di dekat Rafah (perbatasan Mesir). Demikian diberitakan Associated Press, Kamis (29/11/2012).
Israel dan Amerika Serikat (AS) tidak menyambut berdirinya pemerintahan yang melibatkan Hamas. Oleh karena itulah, mereka terus berupaya untuk memperkuat posisi Mahmoud Abbas sebagai Presiden Otoritas Palestina.
Negeri Paman Sam langsung menjanjikan bantuan dana senilai puluhan juta dolar untuk membantu para pasukan pengawal Abbas. Israel juga memperbolehkan arus masuk senjata ringan ke prajurit pengawal Abbas. AS menutup-nutupi distribusi senjata itu dengan menggunakan kedok berupa pengiriman seragam militer.
Perang antar-fraksi itu juga menimbulkan beberapa konsekuensi politik di Palestina. Abbas memutuskan pembubaran terhadap pemerintahan koalisinya dan memecat Ismail Haniyeh. Meski demikian, Haniyeh memandang langkah Abbas sebagai langkah yang tergesa-gesa. Haniyeh tetap bekerja keras untuk memulihkan persatuan Palestina.
AS menyambut keputusan Abbas yang memecat Hamas dan membubarkan pemerintahan koalisi itu. Menurut Menteri Luar Negeri AS Condoleezza Rice, Abbas sudah berjuang untuk mengakhiri krisis dan menciptakan perdamaian di Palestina.
(Aulia Akbar)