JAKARTA - Tipisnya selisih perolehan suara dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) kerap kali memunculkan peluang gugatan dari pasangan calon yang merasa dirugikan. Mahkamah Konstitusi (MK)-lah yang kemudian menjadi palang pintu terakhir untuk mencari keadilan.
Seperti terjadi dalam pemilihan wali kota dan wakil wali kota Palembang, belum lama ini. Hasil penghitungan akhir Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat, menempatkan pasangan Sarimuda-Nelly Rasdianalah sebagai pemenang dengan perolehan 316.923 suara. Menyusul kemudian, pasangan Romi Herton-Harno Joyo dengan 316.915 suara dan pasangan Mularis Djahri-Husni Thamrin dengan 97.810 suara.
Dengan selisih delapan suara, pasangan Romi-Harno memutuskan membawa masalah ini ke MK dengan dugaan adanya penambahan suara dari pasangan tergugat, yakni pasangan Sarimuda-Nelly dan penyusutan jumlah suara Romi-Harno.
Gugatan pun bergulir dan MK memenangkan penggugat dalam sengketa Pilkada ini. Konsekuensi putusan itu menempatkan pasangan Romi-Harno sebagai pemenang Pilwalkot Palembang, Sumsel periode 2013-2018 dengan selisih suara berbalik dengan cukup tipis yakni 23 suara.
Romi-Harno yang menggandeng pengacara Ari Yusuf Amir pun berhasil mengalahkan tergugat bersama penasihat hukum senior Yusril Ihza Mahendra.
Amir sebelumnya memang optimistis pihaknya bakal memenangi sengketa di MK tersebut. "Kami bertindak di atas koridor hukum dan bukti-bukti otentik. Dengan dukungan data dan fakta serta saksi lengkap kami tidak terbersit untuk lari dari perkara," kata Ari Yusuf Amir dalam keterangannya, Rabu (29/5/2013).
Menurut Ari, pihaknya fokus pada tiga hal gugatan, yakni penambahan suara tergugat, menyusutnya suara penggugat, dan suara sah dianggap tidak sah. "Kami kerja keras mengumpulkan bukti. Terhitung tidak kurang tujuh hari tim begadang melakukan rekapitulasi suara. Memilah dan memilih suara mana yang hilang atau sengaja dihilangkan," ujar Ari.
Upaya keras Ari pun berbuah manis. Sidang yang dipimpin Ketua MK Akil Mochtar memutuskan pasangan Romi-Harno menang dengan keunggulan suara menjadi 23. "Makanya, ini kami sebut sejarah yang tiada duanya di dunia. Selisih paling tipis dan adanya faktor Yusril di pihak mereka (tergugat) jelas menjadi daya tarik tersendiri," jelasnya.
(Dede Suryana)