JAKARTA - Badan Narkotika Nasional (BNN) kembali mengagalkan transaksi narkotika jenis sabu seberat 10 kilogram yang dibawa menggunakan kapal motor.
Dari penangkapan tersebut BNN berhasil mengamankan tiga orang tersangka AG (25), B (36), dan HP (39). Ketiga tersangka tersebut berperan sebagai anak buah kapal (ABK) sekaligus kurir yang berasal dari jaringan Malaysia, Aceh dan Medan.
"Penangkapan dilakukan di Dermaga Pelabuhan KPLP Ditjen Pelabuhan Laut Dusun IV, Desa Nenasiam, Kecamatan Medan Deras, Kabupaten Batubara, Sumatera Utara, pada Rabu 15 April 2015 sekitar pukul 16.00 WIB," ujar Kepala Bagian Humas BNN Kombes Pol, Slamet Pribadi, kepada wartawan, Kamis (16/4/2015).
Slamet menambahkan, penangkapan ini berawal dari informasi masyarakat sekitar yang merasa curiga dan juga data penyelidikan BNN. "Bahwa di Kabupaten Batubara sering terjadi transaksi narkotika asal Malaysia. Selanjutnya petugas melakukan penyelidakan mendalam," tegasnya.
Dia melanjutkan, penyelidikan tersebut sudah dilakukan sejak awal Maret 2015 lalu. Kemudian petugas BNN mulai melakukan pengintaian terhadap kapal Motor Rizki 1.
"Diketahui berangkat dari Tanjung Balai menuju Dumai untuk mengambil kayu dana diangkut menuju ke port Klang Malaysia, selanjut 15 April 2015 kapal yang berangkat dari Malaysia tersebut bersandar di Pelabuhan KPLP IV, Kabupaten Batubara, Sumatera Utara," lanjutnya.
Kendati demikian, dari hasil penyelidikan dan pengintaian tersebut petugas yang sejak lama mengintai, selanjutnya langsung melakukan penangkapan dan penggeledahan, serta berhasil mengamankan sejumlah barang bukti.
"Alhasil ditemukan dan berhasil diamankan 10 kilogram sabu, satu bundel dokumen kapal dan dokumen ABK, lima buah paspor pelaut, satu buah gear box kapal ex RRC, satu buah GPS kapal nelayan, satu buah kapal kayu tonase 6 ton yang bertuliskan KM RIZKY I," tuturnya.
Akibat perbuatannya, ketiga tersangka dikenakan Pasal 115 Ayat (2) Juncto Pasal 132 Ayat (1) Pasal 114 Ayat (2) joncto Pasal 132 Ayat (1) Pasal 112 Ayat (2) joncto Undang-undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009 dengan ancaman maksimal pidana mati.
(Fiddy Anggriawan )