SETELAH pangkalan Pearl Harbor jadi sasaran “pembantaian” Jepang lewat serangan mendadak pada 7 Desember 1941, Amerika Serikat (AS) segera mencanangkan dan kemudian balas membombardir Tokyo sebagai jantungnya Jepang.
Sedikitnya hal itu pula yang dilakukan Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI, kini TNI AU), pasca-Belanda melancarkan Clash Pertama atau agresi militer I, 21 Juli 1947.
Tapi lantaran keterbatasan alutsista, jangan bandingkan dahsyatnya pemboman Tokyo oleh Amerika, maupun pemboman Kota Rotterdam di Belanda oleh Luftwaffe (AU Jerman) atau pemboman kota-kota di Jerman oleh sekutu pada Perang Dunia II – dengan upaya serangan AURI pada 29 Juli 1947 yang saat ini diperingati sebagai Hari Bhakti TNI AU.
Pangkalan Udara Maguwo di Yogyakarta, merupakan satu pusat kekuatan udara republik yang melulu coba diserang Belanda. Sempat selamat dengan bantuan alam berupa kabut pada hari pertama agresi militer, tapi pangkalan itu tetap bisa diserang lagi di kemudian hari.
Akibatnya, dari 40 sisa pesawat peninggalan Jepang di Maguwo, tinggal tersisa empat unit saja, yakni dua unit pesawat latih Cureng (Yokosuka K5Y), satu unit Pesawat Guntai (Ki-51), dan satu lagi Pembom Hayabusha (Nakajima Ki-43) yang diberi nama Pangeran Diponegoro I.