"Jadi desa-desa di daerah kami bebas menyusun model penganggaran, karena setiap desa punya kearifan lokal sendiri dan karakter yang khas. Namun nantinya pada saat audit tetap sesuai dengan akuntabilitas yang berlaku pada sistem keuangan daerah," jelasnya.
Sementara itu, Abdullah Azwar Anas mengatakan, kepemimpinan lokal menuntut seorang pemimpin untuk memahami potensi daerah yang bisa digunakan untuk mempercepat pertumbuhan dan pembangunan daerah bersangkutan. Dia mencontohkan di Banyuwangi yang letaknya di ujung timur Pulau Jawa dengan dikelilingi hutan, gunung, dan laut. Dulu, kondisi geografis itu dianggap sebagai hambatan, namun kini dijadikan peluang. Oleh karena itu, Banyuwangi mengusung konsep pemasaran pariwisata berbasis ekowisata.
"Mengapa pariwisata? Karena itu menjadi salah satu keunggulan daerah kami. Lagipula, pariwisata ini menjadi pemacu bagi tumbuhnya sektor lain, termasuk sektor pertanian dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM)," jelas Anas.
Anas menambahkan, kepemimpinan lokal juga harus mampu menyejahterakan masyarakat lokal. "Otonomi daerah memberikan cek sangat luas bagi daerah untuk berkreasi mendorong pertumbuhan. Kepemimpinan lokal harus ditempatkan sebagai instrumen untuk membuka ruang pertumbuhan baru. Saya juga banyak belajar kepada Bupati Wonosobo Pak Kholiq soal pembangunan daerah," ujarnya.
Pada kesempatan itu, Anas sempat mengutip buku Benjamin Barber yang berjudul "If Mayors Rules the World: Dysfunctional Nations, Rising Cities" yang memaparkan bagaimana daerah menjadi semakin vital dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat.