JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pemeriksaan anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana tidak harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang diatur dalam pasal 245 ayat satu.
Ketentuan itu diubah dalam uji perkara uji materiil Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) dimana penegak hukum bisa memeriksa anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana berdasarkan izin tertulis dari presiden.
Putusan ini bertentangan dengan yang dimohonkan para pemohon yakni Perkumpulan Masyarakat Pembaharuan Peradilan Pidana, Febi Yonesta yang menginginkan aturan dalam pemeriksaan anggota DPR tidak perlu mendapatkan izin MKD. Kendati demikian MK memutuskan lebih dari itu, yakni izin harus diterbitkan Presiden.
Ketua MK Arief Hidayat mengatakan frasa persetujuan tertulis pada Pasal 245 ayat 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MD3 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum sepanjang tidak dimaknai persetujuan presiden.
"Pasal 245 ayat 1, selengkapnya menjadi pemanggilan dan permintaan keterangan tertulis untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari presiden," terang Arief pada saat sidang di MK Jalan Medan Merdeka Barat, Selasa (22/9/2015).
Hakim MK, Wahiduddin Adams mengatakan, pemberian izin pemanggilan anggota dewan dari MKD tidak tepat. Wahiduddin menekankan MKD adalah bagian dari alat kelengkapan dewan dan tidak berhubungan langsung dengan sistem peradilan pidana.
Mahkamah juga berpendapat pemberian izin dari MKD sangat sarat kan kepentingan. Sebab lanjut Wahiduddin, anggota MKD merupakan bagian dari anggota dewan itu sendiri. Selain itu, kata Wahiduddin, putusan ini sebagai bentuk fungsi dan upaya membenarkan mekanisme check and balances antara legislatif dan eksekutif. "Sehingga mahkamah (MK) berpendapat izin tertulis seharusnya berasal dari presiden, bukan dari mahkamah kehormatan dewan," kata Wahiduddin
Mahkamah menilai, dengan putusan ini, anggota dewan yang dipanggil atau dimintai keterangan bisa tetap melaksanakan fungsi dan kewenangannya sebagai anggota DPR. Mahkamah juga berpendapat persetujuan dari presiden harus diterbitkan dalam waktu singkat.
Tidak hanya anggota DPR, MK dalam putusannya juga memberlakukan terhadap anggota MPR dan DPD. Sementara itu, untuk pemanggilan anggota DPRD Provinsi yang diduga berkaitan dengan proses hukum harus mendapat persetujuan dari Mendagri. Adapun anggota DPRD Kabupaten harus mendapat izin Gubernur.
(Muhammad Saifullah )