Supersemar di Mata Mantan Panglima TNI

Syamsul Anwar Khoemaeni, Jurnalis
Jum'at 11 Maret 2016 18:14 WIB
Foto: Okezone
Share :

JAKARTA - Mantan Panglima TNI, Jenderal (Purn) Moeldoko enggan menanggapi peristiwa surat perintah 11 Maret 1966 (Supersemar). Ia justru menyebut, bahwa sebagai seorang pemimpin, harus menjalankan perintah dengan segala bentuk risiko.

"Seorang pemimpin itu kalau mendapatkan tugas dengan segala resiko harus tercapai," ujar Moeldoko dalam sebuah diskusi di Jalan Wijaya III, Jakarta Selatan, Jumat (11/3/2016).

Dalam menjalankan tugas, lanjut Moeldoko, seorang pemimpin dibekali dengan metode serta instuisi yang didapat dari sejumlah pengalaman. Terkait peristiwa Supersemar, Moeldoko meminta agar publik memahami konteks saat itu.

"Dalam menjalankan tugas, pemimpin itu punya cara atau metode, dia juga memiliki intuisi. Kadang-kadan intuisi itu muncul tiba-tiba. (Supersemar) ini sangat kontekstual," imbuhnya.

Saat Supersemar terjadi, Moeldoko mengaku masih kelas II SD. Alhasil, ia mengaku tidak mengetahui dan tak ingin terjebak pada persepsi seperti yang selama ini berkembang.

"Umur saya 58, saat 1966, saya kelas 2 SD, cuma liat orang mondar-mandir. Saya belum bisa memaknai. Maka yang terjadi adalah kita membaca sejarah yang bisa berubah dan penuh persepsi. Kita harus kontekstual pada zamannya seperti apa. Mungkin pada saat itu sangat kontekstual perintah pengamanan. Saya juga tidak tau apa cuma pengamanan saja atau ada yang lain," tukasnya.

(Fahmi Firdaus )

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya