Gugatan UU Keistimewaan DIY Masih Dibahas di RPH

Gunawan Wibisono, Jurnalis
Kamis 02 Juni 2016 15:20 WIB
Ilustrasi. Dok Okezone
Share :

JAKARTA - Undang-Undang (UU) Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (UUK DIY) Nomor 13 tahun 2012 digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Juru Bicara MK Fajar Laksono mengatakan pada 31 Mei 2016, MK baru saja mengadakan sidang perbaikan dengan perkara nomor 42. "Dalam sidang tersebut nantinya akan dijadikan dasar untuk proses selanjutnya, apakah masuk dalam agenda persidangan atau tidak," ujar Fajar kepada Okezone, Kamis (2/6/2016).

Fajar menambahkan, saat ini proses gugatan tersebut sudah masuk dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH). Menurut dia, kalau dilanjutkan ke tahap persidangan, MK akan segera melakukan sidang perdana dengan mendengarkan keterangan dari pihak pemerintah, DPR RI, dan saksi ahli.

"Kemarin sudah masuk RPH itu sudah dilaporkan ke panel hakim, dan sekarang masih di RPH, lanjut atau tidak lanjut ada tahap berikutnya, kalau lanjut akan melakukan persidangan seperti biasa," katanya.

Kata dia, kalau lanjut ke tahap persidangan Panitera MK akan menjadwalkan sidang tersebut. Sebelumnya, UUK DIY Nomor 13 tahun 2012 digugat oleh seorang advokad bernama Muhammad Sholeh. Ia telah mengajukan permohonan uji materiil di Mahkamah Konstitusi (MK).

Kata Sholeh, dirinya merasa dirugikan dengan berlakukan beberapa ketentuan dalam Undang Undang a quo. Ketentuan yang dimaksud oleh pemohon adalah ketentuan dalam Pasal 18 ayat (1) dan (2), Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 28 ayat (5) UUK DIY.

Pasal-pasal tersebut mengatur mengenai pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur, persyaratan calon gubernur dan calon wakil gubernur, tata cara pengajuan calon, serta verifikasi dan penetapan gubernur dan wakil gubernur.

Dalam Pasal 18 ayat (1) huruf c UUK DIY menyebutkan, syarat pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY harus berdasarkan tahta sebagai Sultan Hamengku Buwono dan bertahta sebagai Adipati Paku Alam.

Kata dia, hal tersebut menjadi tidak demokratis, sebab menghalangi pemohon maupun warga negara lain untuk mencalonkan diri menjadi Gubernur maupun Wakil Gubernur DIY.

Pemohon juga menyebutkan, ketentuan anak perempuan Sultan Hamengku Buwono tidak bisa mencalonkan atau pun dicalonkan menjadi gubernur maupun wakil gubernur, merupakan pelanggaran hak asasi manusia terkait dengan perspektif gender.

(Muhammad Saifullah )

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya