Meski tak tega, ia akhirnya mengisi botol susu dengan air putih agar bayinya tidak kekurangan asupan cairan. Dalam benaknya, Yani sama sekali tak menginginkan memberikan sang anak air putih. Tapi kondisi saat ini memaksanya melakukan hal itu.
Rumahnya tersapu banjir, harta benda ludes, uang dalam sakunya pun benar-benar sekarat. Jelas sebuah beban besar dirasakan Yani. Tapi ia harus menghadapi itu dengan penuh ketegaran. Ia pun hanya bisa berharap adanya bantuan, terutama untuk sang anak. Ia ingin anaknya kembali bisa merasakan susu formula di saat air susunya kering.
Hal itu jauh lebih penting baginya saat ini. Ia ingin melihat anaknya tumbuh sehat dan mendapatkan asupan gizi yang cukup. Apalagi selain kekurangan pasokan susu, ia juga kekurangan pasokan bantuan berupa popok. Bahkan ia belum mendapatkan baju bayi hingga kini.
Tidak hanya itu, bayi Sri juga sedang batuk. Berkali-kali ia batuk saat dalam gendongan Yani. Berkali-kali juga bayi Sri terbangun dari tidurnya karena tak bisa menahan batuk. Ia pun tampak lemas di gendongan sang ibu. "Dari hari pertama ngungsi si dede sudah batuk. Tapi sampai sekarang enggak ada obat di posko," tutur Yani.
Lagi-lagi, ia tidak bisa berbuat banyak. Ia hanya bisa menyaksikan anaknya batuk dengan sesekali mengusap kepalanya yang memiliki rambut tipis. Ia tak punya uang untuk membawa anaknya berobat ke klinik atau rumah sakit. Kekuatan Yani saat ini adalah doa dan harapan. Ia tidak kehilangan optimisme bahwa kehidupannya akan bangkit setelah bencana banjir bandang yang merenggut harta bendanya.
(Risna Nur Rahayu)