PERISKOP 2017: Mengintip Peluang Reshuffle Kabinet Kerja Jilid 3

Arie Dwi Satrio, Jurnalis
Jum'at 13 Januari 2017 08:16 WIB
Ilustrasi (Okezone)
Share :

PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) telah melakukan perombakan kabinetnya atau reshuffle sebanyak dua kali dalam dua tahun pertama memimpin Tanah Air. Memasuki 2017, isu mengenai reshuffle kabinet kembali menguap. Indikasinya, ada beberapa nama yang diisukan masuk ke dalam susunan Kabinet Kerja.

Pengamat politik asal Universitas Paramadina, Hendri Satrio berpandangan, pada 2017 ini peluang Jokowi dalam me-reshuffle Kabinet Kerjanya terbuka lebar.‎ Menurutnya, semua pembantunya di Kabinet Kerja memiliki kemungkinan menjadi sasaran reshuffle.

"Tentu saja sangat memungkinkan reshuffle kabinet jilid III. Semua menteri serta pejabat setingkat menteri berpeluang kena reshuffle‎," ujarnya saat dikonfirmasi Okezone, Rabu 4 Januari 2017.

Menurut Hendri, perombakan susunan dalam Kabinet Kerja bukanlah tanpa sebab. Pasalnya, masih ada sekelumit permasalahan yang mendera bangsa ini. Karena itu, lanjut Hendri, bukan tak mungkin dalam sisa kepemimpinannya Jokowi merombak para “pembantu”-nya.

‎"Reshuffle ini bagi presiden harus dipahami bukan hanya pilihan politik, tapi juga pilihan manajemen untuk mencapai tujuan dirinya sebagai presiden. Nah, ini seharusnya jadi reshuffle terakhir beliau. Makanya harus pilih menteri yang tepat," terang Hendri.

Hal senada diungkapkan pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta, Ubedillah Badrun. Menurutnya, besar kemungkinan reshuffle kembali terjadi pada 2017.

Ia juga menjelaskan lebih rinci pandangannya dalam kemungkinan reshuffle jilid III.‎ Menurutnya, Jokowi mempunyai ambisi untuk menguasai seluruh parlemen dengan merangkul semua partai politik.

"Karena tahun 2017 sampai 2018 adalah tahun-tahun penuh ketidakpastian ekonomi dan politik global. Dalam situasi gonjang-ganjing global Jokowi tidak ingin ada gangguan politik nasional, nah cara Jokowi mengeleminir gangguan politik nasional adalah menarik semua partai dalam gerbong kekuasaan," paparnya.

Namun, Ubay—sapaan akrab Ubedillah—masih meragukan kemampuan serta lobi-lobi politik mantan Wali Kota Solo itu terhadap partai oposisi yang akan ditariknya masuk ke dalam barisan. Selain itu, hadirnya Ketua Baru di DPR yakni Setya Novanto akan memengaruhi konstelasi politik pada 2017.

"Jika Gerindra dan PKS tidak mampu ditarik dalam gerbong kekuasaan Jokowi, maka situasi ketidakpastian pada 2017 dan 2018 berpotensi menjadi titik lemah Jokowi dalam mengelola negara. Dan akan dijadikan 'senjata' ampuh bagi lawan politiknya untuk memperlemah kekuasaan Jokowi," jelas Ubay. (erh)

Ia pun mengindikasikan beberapa posisi yang rawan terkena reshuffle. Salah satunya adalah dalam pos penegakan hukum yang diisi Jaksa Agung.

‎"Ada kemungkinan di bidang Kepemudaan, Agama, dan Kelautan‎. Selain tiga kementerian di atas, ada dua kemungkinan lainnya yaitu Menkumham dan Kejaksaan Agung‎," tukasnya.

Sekadar diketahui, dalam dua tahun pertama menjadi orang nomor satu di Indonesia, Presiden Jokowi telah melakukan dua kali reshuffle. Kocok ulang Kabinet Kerja dalam pemerintahan Presiden Jokowi pertama kali terjadi pada 12 Agustus 2015. Pada saat itu, lima menteri dan sekretaris kabinet harus merelakan jabatannya. Tedjo Edhy Purdijatno (Menkopolhukam), Sofyan Djalil (Menko Perekonomian), Indroyono Soesilo (Menko Kemaritiman), Rachmat Gobel (Menteri Perdagangan), Andrinof Chaniago (Menteri Perencanaan Pembangunan dan Kepala Bappenas), serta Andi Widjajanto (Sekretaris Kabinet) menjadi korban dalam reshuffle jilid 1.

Posisi tersebut digantikan Luhut Panjaitan (Menko Polhukam), Darmin Nasution (Menko Perekonomian), Rizal Ramli (Menko Kemaritiman), Sofyan Djalil (Menteri Perencanaan Pembangunan dan Kepala Bappenas), dan Pramono Anung (Sekretaris Kabinet).

Namun, Presiden Jokowi terkesan tak alergi terhadap reshuffle kabinet demi kebaikan dalam menjalankan roda pemerintahan. Reshuffle jilid II pun terjadi pada 27 Juli 2016. Saat itu, terdapat pergeseran posisi menteri. Ada pula menteri yang dicopot.

Wiranto menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) menggantikan Luhut Binsar Pandjaitan yang bergeser ke posisi Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Sumberdaya.

Sri Mulyani Indrawati sebagai Menteri Keuangan menggantikan Bambang Bordjonegoro yang bergeser ke posisi Kepala Bappenas. Eko Putro Sanjoyo sebagai Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi menggantikan Marwan Jafar yang dicopot;

Budi Karya Sumadi menjabat Menteri Perhubungan menggantikan Ignasius Jonan yang dicopot. Muhadjir Effendy menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menggantikan Anies Baswedan yang dicopot.

Enggartiasto Lukita sebagai Menteri Perdagangan menggantikan Thomas Lembong yang bergeser ke posisi Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Airlangga Hartarto sebagai Menteri Perindustrian menggantikan Saleh Husin yang dicopot.

Archandra Tahar menjabat Menteri ESDM menggantikan Sudirman Said yang diberhentikan. Asman Abnur sebagai Menteri PAN dan RB menggantikan Yuddy Chrisnandi yang dicopot.

Luhut Binsar Pandjaitan menjabat Menteri Kemaritiman dan Sumber Daya menggantikan Rizal Ramli yang dicopot. Sofyan Djalil menjabat Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional menggantikan Ferry Mursyidan Baldan yang dicopot.

Thomas Lembong menjabat Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal. Bambang Brodjonegoro sebagai Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas

Menilik adanya dua kali reshuffle dalam dua tahun pertama kepemimpinan Presiden Jokowi, reshuffle jilid III pada 2017 jadi bukan hal yang mustahil. Ada atau tidaknya reshuffle dalam Kabinet Kerja, cepat atau lambat nantinya terjawab oleh waktu. (erh)

(Khafid Mardiyansyah)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya