Tirto Adhi Soerjo, Pendiri Harian Pribumi Pertama yang Kritis Tulisannya

Tuty Ocktaviany, Jurnalis
Jum'at 10 Februari 2017 11:55 WIB
Tirto Adhi Soerjo (Foto: Okezone/Ist)
Share :

Lahir di Bojonegoro, Jawa Tengah, pada 1880, ia sewaktu kecil diberi nama Djokomono. Sebagai seorang yang masih terikat darah dengan bangsawan (cucu Bupati Bojonegoro Tirtonoto), Tirto memiliki kesempatan menjadi siswa sekolah Belanda HBS, kemudian berlanjut menjadi mahasiswa kedokteran di STOVIA, Batavia.

Namun, masa depan sekolah formil Tirto berantakan. Bukanya ia murid yang secara inteligensia terbelakang, melainkan karena kesenangan menulis di koran hingga lupa dengan pelajaran-pelajaran di sekolah. Alhasil, nilainya kerap jebol dan melemparkannya kuat-kuat di jalanan jurnalistik.

Pada 2 April 1902, Tirto mendapat kehormatan menjadi redaktur Pembrita Betawi yang dipimpin F Wiggers. Lalu pada Pembrita Betawi Nomor 103 Edisi 13 Mei 1902, Tirto mengumumkan dirinya naik pangkat menjadi pemimpin redaksi yang dibantu sekondanya, Tjiong Loen Tat.

Itulah karier jurnalistik profesional Tirto, walau kedudukannya itu hanya setahun dipundakinya. Setelah keluar dari Pembrita Betawi karena berselisih dengan Wiggers, Tirto secara mandiri membuat Soenda Berita.

Di koran mingguan ini nyaris Tirto bekerja sendiri, sejak dari penulisan, layout, keuangan dan sekaligus administrasi. Apa yang harus diketahuinya, dicurahkan di Soenda Berita.

Ia adalah kronikus peristiwa, namun juga memiliki kecenderungan seorang fotografi, kebersihan makanan, ilmu ekonomi, pengetahuan tentang binatang, tumbuhan yang baik untuk pagar, penangkal sakit gigi, dan jenis obat apa saja yang mesti tersedia di rumah, hingga ilmu akuntansi dan ilmu pengadilan.

Dari Soenda Berita ini, Tirto menjajaki relasi-relasinya dengan para priyayi, khususnya bupati-bupati di Jawa dan Madura, bahkan ayunan langkahnya sampai ke Ambon. Hasilnya, ia mendirikan Sarekat Prijaji pada 1904.

Organisasi ini digadang-gadang bercorak modern pertama yang dengan sadar mengukuhkan diri sebagai organ berwawasan seluruh Hindia, tanpa memerhitungkan suku-suku di dalamnya dan menggunakan lingua franca.

Boleh dibilang Sarekat Prijaji tak melakukan kegiatan apa pun, hingga Tirto disibukkan oleh lahirnya Medan Prijaji pada 1907. Di koran mingguan (pada 1910 berubah menjadi harian) inilah, sosok Tirto tampil cukup menonjol.

Selain sebagai seorang penulis kronik, alkemis, ia pun menjajal kemampuan lain sebagai seorang jurnalis yang berpihak kepada kaum yang tak beruntung, sastrawan aktivitas pergerakan.

Kebijakan redaksi yang diambil Tirto dengan memberikan kelonggaran kepada pembacanya menulis apa saja dan mengadukan hak-haknya yang dicurangi. Kalau ada surat-surat seperti itu, tugas Tirto memberikan komentar. Itu artinya, pada masanya, Tirto memperlakukan Medan Prijaji betul-betul sebagai pengawal pendapat umum.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya