AMSTERDAM – Lebih dari 500 anak –anak dari orang-orang yang menjadi korban eksekusi tentara Belanda semasa Perang Kemerdekaan Indonesia pada 1946 sampai 1949 tengah mempersiapkan tuntutan ganti rugi terhadap Pemerintah Negeri Kincir Angin. Dengan munculnya rencana ini berarti akan ada peningkatan besar dalam kasus tuntutan sejenis terhadap Belanda.
Diwartakan Dutch News, Sabtu (1/4/2017), Pengacara Liesbeth Zegveld telah mengirimkan 520 nama penyintas lengkap dengan tanggal eksekusi ayah mereka kepada Kementerian Pertahanan dan kementerian Luar Negeri Belanda, mendesak pemerintah untuk menyelesaikan tuntutan mereka di luar pengadilan. Nama-nama yang dicantumkan dalam daftar Liesbeth adalah nama anak-anak korban pembantaian di Sulawesi Selatan dan Desa Rawagede di Jawa.
Liesbeth ingin Pemerintah Belanda untuk memberikan anak-anak korban hak ganti rugi yang sama dengan para janda para pria yang terbunuh dan dapat melakukan tuntutan tanpa dibantah di luar persidangan. Namun, Pemerintah Belanda ingin menunggu hasil uji kasus yang dibawa anak-anak korban di Sulawesi Selatan pada 2015. Pengadilan di Den Haag sebelumnya telah memutuskan secara interim bahwa seperti juga para janda, anak-anak korban juga berhak atas ganti rugi.
Intervensi militer Belanda ke Indonesia, atau yang pada saat itu dikenal dengan nama Hindia Belanda terjadi pada 1946 menyusul proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945. Intervensi itu berlangsung selama lebih dari tiga tahun sampai Indonesia memperoleh pengakuan resmi atas kemerdekaannya pada 1949.
Pada akhir 2011, Pemerintah Belanda juga telah secara resmi meminta maaf atas pembantaian ratusan pria dan anak-anak di Desa Rawagede, Jawa Barat yang terjadi pada Desember 1947. Tahun lalu, Amsterdam juga telah setuju untuk melakukan penyelidikan besar-besaran terkait penggunaan kekerasan yang terstruktur di Indonesia.
(Rahman Asmardika)