Wajib Menikah Saat Perawan, Perempuan Tunisia Antre Jalani Operasi Selaput Dara

Silviana Dharma, Jurnalis
Senin 19 Juni 2017 14:03 WIB
Ilustrasi. Perempuan harus perawan pada malam pertama pernikahan di Tunisia.(Foto: Fethi Belaid/AFP)
Share :

TUNIS – Tunisia adalah negara yang letaknya paling utara di Benua Afrika. Sejak revolusi Arab Spring pecah, negara ini menjadi pelopor kebangkitan hak asasi perempuan di negara-negara Teluk Arab.

Namun begitu, tujuh tahun setelah Arab Spring, perempuan masih saja mendapatkan penghakiman yang tidak adil ketika bicara soal kesucian dan moral. Dalam hal ini, ada tuntutan di Tunisia bahwa perempuan harus menikah dalam keadaan masih perawan. Keperawanan biasanya ditandai dengan keberadaan selaput dara (hymen).

Lalu bagaimana jika si perempuan ketahuan tak perawan ketika sudah menikah? Hukum di Tunisia membolehkan sang suami menceraikannya. Hal ini tentu akan menjadi aib bagi keluarga pengantin perempuan.

Inilah kisah mereka. Yasmine (bukan nama sebenarnya), terlihat gugup ketika ditemui di sebuah klinik ginekologi di Tunis. Ruangannya berwarna merah muda dan ia tidak sendiri. Banyak juga perempuan muda yang sedang mengantre di ruang tunggu klinik tersebut.

Selagi menunggu, perempuan berusia 28 tahun yang akan menikah dalam waktu dua bulan lagi itu, terus menggigiti kuku jarinya dan bolak-balik mengecek ponsel.

“Saya merasa ini penipuan dan saya sungguh khawatir,” akunya kepada BBC, Senin (19/6/2017).

Ya, Yasmine dan para perempuan muda lain yang sedang menunggu ini adalah para pasien yang berharap bisa mengembalikan kesucian mereka lewat operasi plastik selaput dara. Prosedurnya singkat, paling-paling hanya 30 menit selesai.

Lebih lanjut, calon pengantin itu mengutarakan ketakutannya. Ia takut suaminya tahu kalau dia sebenarnya sudah tidak perawan lagi. Dia berharap datang ke sini bisa membalikkan waktu. Meski begitu, tetap saja terselip kekhawatiran kalau cepat atau lambat akan ketahuan jua.

“Saya takut suatu hari nanti saya tidak sengaja mengakui pengkhianatan ini kepada suami saya, atau dia yang mulai curiga duluan,” sambungnya.

Yasmine sendiri terlahir di keluarga yang bebas dan menghabiskan sebagian besar waktu tinggal di luar negeri. Dia pernah begitu liar dan kini dia baru tahu bahwa perbuatannya itu mengancam masa depannya sekembali ke Tunisia.

“Saya pernah punya hubungan dengan seorang pria. Waktu itu, saya tidak terbayang besarnya tekanan di masyarakat (Tunisia) dan konsekuensi yang harus saya hadapi,” tuturnya.

Ia menambahkan, “Jadi sekarang saya sangat takut. Jika saya mengungkapkan hal ini kepada tunangan saya, saya yakin sekali pernikahan kami akan dibatalkan.”

Yasmine sekarang harus membayar hampir USD400 atau Rp5,3 juta untuk mengembalikan keperawanannya. Dia sudah menabung untuk ini selama beberapa bulan, yang pasti kedatangannya kemari dirahasiakan dari keluarga dan tunangannya.

Di sisi lain, pakar gineakologi di klinik tersebut, Rachid mengungkap seringnya dia menerima pasien seperti Yasmin. Pekan ini saja, dia sudah melakukan dua operasi perbaikan selaput dara.

Katanya, 99% pasiennya termotivasi kekhawatiran bahwa jika ketahuan tak perawan, mereka akan memalukan keluarga. Padahal, menurut Rachid, ada banyak faktor yang menyebabkan selaput dara seseorang robek. Misalnya karena penggunaan tampon (pembalut yang cara pakainya dimasukkan ke bagian kemaluan), atau kecelakaan saat berkuda, dan sebagainya.

“Kami sebagai ginekolog hanya berupaya memperbaiki selapu dara itu. Tak ada pengecualian (soal alasan rusaknya). Tapi ada juga dokter yang menolak melakukannya. Saya secara pribadi mau melakukannya karena tidak setuju keperawanan dijadikan acuan kesucian perempuan,” ujarnya.

Dia menimpali, “Itu sangat mengganggu saya. Ini adalah manifestasi dari komunitas masyarakat yang didominasi pria dan dibalut dengan prinsip keagamaan. Saya sangat menentang itu.”

Para perempuan Tunisia mendapat pengakuan internasional karena memelopori hak asasi perempuan di Afrika Utara. Akan tetapi, agama dan tradisi di sini masih mendikte para perempuan muda soal keperawanan. Bahkan memang ada hukum yang membenarkan perceraian semata karena alasan istri tidak perawan saat malam pertama.

“Di tengah masyarakat yang sudah terbuka seperti ini, tradisi itu membuat kami menjadi hipokrit (orang munafik),” kata pakar sosiologi, Samia Elloumi.

(Silviana Dharma)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya