SYDNEY – Pemerintah Australia mengirim dua pesawat pengintai untuk membantu militer Filipina menuntaskan pertempuran di Marawi. Seperti diketahui, Manila tengah gencar memerangi kelompok militan Isnilon Hapilon yang bersekutu dengan pemberontak Maute di Provinsi Mindanao Selatan tersebut.
Pejabat pertahanan di Canberra mengatakan bahwa penyebaran paham radikal di Asia Tenggara menimbulkan ancaman langsung terhadap kepentingan Australia. Untuk itu, pemerintah Negeri Kanguru merasa perlu mengirim dua pesawat pengintai Orion AP-3C untuk membantu pasukan Filipina menemukan militan yang bersembunyi di Marawi. Kelompok militan menduduki kota tersebut pada akhir Mei.
Sejak Presiden Filipina Rodrigo Duterte menyatakan Marawi darurat militer, konflik bersenjata telah menewaskan hampir 400 orang. Kebanyakan korban berasal dari pihak militan teroris.
Sementara itu, 300 sampai 1.000 warga sipil diperkirakan masih terjebak di kota tersebut. Ada kekhawatiran beberapa orang ditahan sebagai perisai manusia saat pasukan Filipina maju. Puluhan ribu penduduk lainnya telah mengungsi.
Juru bicara militer Filipina menjelaskan, pesawat mata-mata Australia akan membantu mengatasi ekstremis di Mindanao. Sebab di pulau berpenduduk 22 juta orang itulah, gerilyawan separatis dan kelompok penculikan bergerak aktif selama beberapa dekade.
Catatan lain menyebut, teroris dari negara lain, termasuk Indonesia dan Malaysia, telah bergabung dalam pertempuran di Marawi. Direktur Institut Analisis Kebijakan Konflik, Sidney Jones mengaku khawatir beberapa pejuang asing ini bisa kembali ke rumah untuk menyebarkan kerusuhan di sana.
"Jelas bahwa apa yang terjadi di Marawi turut memengaruhi Indonesia dan Malaysia. Jelas ada pejuang dari Indonesia dan Malaysia yang bergabung dengan Maute dan Hapilon di Marawi. Bukan mustahil, mereka juga memiliki pengalaman baru untuk bertempur dan dengan legitimasi baru, mereka bisa kembali ke negara asal untuk menyebarkan terror,” papar Jones, seperti dikutip dari Voice of America, Senin (26/6/2017).
Pakar keamanan lain mengatakan pertempuran di Marawi telah mengungkapkan kegagalan intelijen dan operasional militer Filipina. Mereka juga mengkritik terbatasnya kerja sama yang Filipina jalin dengan negara tetangganya, seperti Malaysia dan Indonesia, guna menghentikan penyebaran ekstremisme ke penjuru kawasan.
Para menteri luar negeri dari tiga negara Asia Tenggara itu sendiri sudah beberapa kali melakukan pertemuan trilateral dalam rangka menjaga keamanan dan stabilitas kawasan. Ketiganya juga menyetujui langkah-langkah baru untuk berbagi informasi dan memulai patroli angkatan laut bersama demi membatasi pergerakan kelompok militan melintasi perbatasan maritim mereka.
(Silviana Dharma)