Tak Ingin Ciptakan Bangsa Kerdil, Pemerintah Terus Perbaiki Gizi Bayi & Balita

Antara, Jurnalis
Rabu 09 Agustus 2017 18:33 WIB
(dok. Kemenpora)
Share :

JAKARTA - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, pemerintah tidak ingin menciptakan bangsa yang kerdil, sehingga terus berupaya memperbaiki gizi bayi dan balita dengan harapan ke depan tidak ada lagi pertumbuhan anak kerdil atau stunting.

"Kita membicarakan masa depan bangsa karena masa depan itu tergantung kelahiran bayi kemudian kesehatannya. Kita tidak ingin menciptakan bangsa yang kerdil, karena itu ini perlu diperbaiki," kata Wapres usai memimpin rapat pleno lanjutan untuk penanganan masalah anak kerdil di Kantor Wapres di Jakarta, Rabu (9/8/2017).

Hadir dalam rapat tersebut Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro. Juga hadir Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, Menteri Kesehatab Nila F Moeloek, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo.

Menko PMK Puan Maharani mengatakan, saat ini pemerintah berupaya menggalakkan kembali program gizi seimbang yang melibatkan 12 kementerian dan lembaga.

Menurut Puan Maharani, kerangka penanganan stunting terbagi menjadi dua yaitu intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif. "Kedua hal ini membutuhkan kerjasama antara pemerintah pusat dengan peran Pemda dalam bentuk edukasi dan sosialisasi, makanan tambahan, suplemen, imunisasi, infrastruktur air bersih, infrastruktur sanitasi dan bantuan keluarga miskin," ujar Puan.

Pemerintah telah berkomitmen untuk menangani masalah anak kerdil. Anak kerdil (stunting) adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya.

Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah anak lahir, atau dalam 1.000 hari pertama kehidupan, tetapi stunting baru nampak setelah anak berusia dua tahun. Stunting berdampak pada tingkat kecerdasan, kerentanan terhadap penyakit, dan penurunan produktivitas.

Saat ini diketahui sekitar 37% atau kurang lebih 9 juta anak balita di Indonesia mengalami masalah stunting (Riskesdas 2013, Kemenkes). Baseline data prevalensi stunting pada tahun 2014 adalah 32,9% dengan target 2019 sebesar 28,0% dan capaian tahun 2016 adalah 26,1%.

Indonesia sendiri berada pada kelompok negara-negara dengan kondisi stunting terburuk dengan kasus stunting pada balita dan anemia pada perempuan dewasa bersama 47 negara lainnya, termasuk Angola, Burkina Faso, Ghana, Haiti, Malawi, Nepal dan Timor-Leste.

"Diharapkan target penurunan kasus stunting dapat tercapai melalui berbagai intervensi program oleh pemerintah. Insya Allah ke depan persentasenya menurun bahkan tak ada lagi kasus stunting di Indonesia. Yang terpenting Pemerintah akan terus menjamin kecukupan gizi untuk anak dan ibu hamil," jelas Menko PMK Puan Maharani.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya