BANTUL - Kepolisian Resor Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, belum menemukan ada pegawai negeri sipil di lingkungan pemerintah setempat yang terlibat atau masuk jaringan penyebar berita hoaks, Saracen.
"Kami belum menemukan ada oknum PNS (pegawai negeri sipil) masuk jaringan sarachen," kata Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Bantul AKBP Imam Kabut Sariadi di Bantul, Rabu 30 Agustus 2017.
Dengan demikian, kata Kapolres, kabar bahwa ada salah seorang PNS Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Bantul asal Desa Trimurti, Srandakan, yang diduga terlibat jaringan Saracen karena ada posting-an di media sosial itu, belum dipastikan kebenarannya.
Sebelumnya juga sempat dikabarkan bahwa perempuan PNS itu ditangkap polisi karena terlibat jaringan penyebar berita hoaks. Namun hal itu tidak dibenarkan Kapolres karena institusinya tidak pernah melakukan penangkapan itu. "Tidak ada giat upaya paksa penangkapan," kata Kapolres.
Kabar ada PNS diduga terlibat jaringan Saracen itu muncul karena ada posting-an di akun salah satu media sosial yang menyebutkan DRSH (52) PNS Disdikpora Bantul dikaitkan dengan jaringan Saracen yang baru diungkap Mabes Polri.
Baca juga: Top! Bareskrim Tangkap 1 Orang Sindikat Saracen di Pekanbaru
Posting-an akun Twitter bernama @MustofaNahra itu menyatakan PNS atas nama @nana121287 yang tidak lain milik dari DRSH adalah anggota dari jaringan Saracen, bahkan akun @MustofaNahra menyertakan fotocopy KTP bersangkutan dan data diri lainnya.
Akan tetapi, wanita itu justru terkejut dan membantah terlibat Saracen. Namun ia mengaku pada medio Februari 2017, sempat mendapatkan direct message (DM) dari akun @MustofaNahra. Akun dengan pengikut 13 ribu orang itu mengajak dirinya untuk berjihad di media sosial.
Dalam bahasanya, akun @MustofaNahra menyatakan sedang membentuk Cyber Troops untuk jihad memerangi isu-isu yang tidak benar yang beredar di media sosial dan memojokkan umat Islam.
"Dia DM saya membawa nama ormas terbesar di Indonesia. Akun itu menjanjikan menjadi leader dan dari aktivitas itu saya dijanjikan uang bulanan Rp7 juta," kata perempuan paruh baya itu beberapa hari lalu.
(Ranto Rajagukguk)