TANGERANG – Berkaca dari bencana gempa dan tsunami di Palu dan Donggala Sulteng yang menewaskan sedikitnya 832 orang, Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), gencar menggelar simulasi tanggap bencana. Simulasi itu bertujuan untuk menekan risiko korban bencana alam.
Wali Kota Tangerang, Arief R Wismansyah menuturkan, seyogianya masyarakat bisa ikut aktif dan sadar akan tanggap bencana, dengan demikian diharapkan mampu meminimalkan korban yang ada.
"Kita tidak tahu bencana kapan akan terjadi, namun jika masyarakat telah dibekali keilmuan soal bencana diharapkan bisa saling menolong dan membantu pertolongan pertama kepada korban dengan harapan bisa menekan korban," ucap Wali Kota, Minggu (30/9/2018).
Arief melanjutkan, seperti kejadian pada gempa dan tsunami yang terjadi di Donggala dan Palu di Sulawesi Tengah, harus bisa mengambil hikmah. Dalam kondisi bencana, masyarakat dihadapkan dalam kondisi yang harus bisa berdiri tegar. Oleh karena itu, kesiapsiagaan masyarakat harus ditanamkan mulai saat ini.
Arief menjelaskan, kesiapan mengahadapi bencana perlu diajarkan sejak dini. Kesiapsiagaan itu, sambungnya, dapat menekan dampak kerusakan bencana.
Pada kesempatan berbeda, Kepala Pelaksana BPBD Kota Tangerang, Irman Puja Hendra menjelaskan simulasi tanggap bencana dilakukan empat kali dalam satu tahun pada bulan Agustus dan September. Peserta simulasi dari masyarakat, seperti Karang Taruna, Tagana, Ibu PKK dan elemen masyarakat lainnya.
"Tujuannya dari simulasi ini ialah memberikan pemahaman dalam mengantisipasi kejadian yang sesungguhnya, sehingga masyatakat tahu dan paham apa yang harus diperbuat, sehingga bisa melakukan langkah awal pada bencana yang terjadi dan menekan risiko tingginya korban," paparnya.
Irman menambahkan, pada setiap kegiatan diikuti oleh sekitar 40 orang perwakilan empat kelurahan yang telah ditentukan, dengan pemberian materi secara indoor dan outdoor.
"Yang diajarkan di dalam gedung yakni kaitan teori, seperti penanganan banjir, cara penggunaan sarana prasarana penanggulanan bencana belajar perahu karet, evakuasi dalam air, trauma healing. Untuk praktik, kita ajari pemasangan tenda, cara operasi perahu karet dan cara penanganan P3K. Dalam hal ini kami mendatangkan narasumber dari luar, ada psikolog dan BPBD provinsi," paparnya kepada penulis.
Diharapkan melalui kegiatan ini mereka, para peserta menjadi ujung tombak saat kejadian awal, sehingga mereka tahu apa yang mereka lakukan dan mereka perbuat, nanti kami yang akan support.
(Baca Juga : Tercatat Ada 146 Korban Selamat Gempa Palu di Posko Bandara Makassar)
Di samping itu, pihaknya juga gencar melakukan sosialisasi langsung ke masyarakat mengenai pentingnya kesadaran dalam mengantisipasi dan menangani bencana alam yang bisa sewaktu waktu terjadi. Di tahun 2018 ini telah dilakukan sosialisasi sebanyak 29 kali di 29 wilayah Kelurahan yang diikuti oleh sejumlah perwakilan elemen masyarakat.
"Kami berikan contoh misalnya dalam kejadian krusial pada kebakaran, disini diharapkan masyarakat sudah memahami bagaimana orang bisa memanfaatkan alat tradisional dalam memadamkan api sebelumm petugas Damkar datang," pungkasnya.
(Baca Juga : BNPB Sebut Alat Deteksi Dini Tsunami Tak Berfungsi sejak 2012)
(Erha Aprili Ramadhoni)