JAKARTA - Hingga kini, hampir semua lembaga survei masih menempatkan pasangan calon nomor urut 01, Joko Widodo (Jokowi)-Ma’ruf Amin mendapat elektabilitas tertinggi untuk memenangkan pemilihan presiden 17 April 2019. Dari berbagai lembaga survei resmi dan terdaftar di Asosiasi Lembaga Survei Indonesia (ALSI), rata-rata paslon 01 unggul di atas 20 persen dari paslon 02.
Alih-alih percaya dan mengakui hasil lembaga survei yang kredibel dan sudah mendapat pengakuan baik dari publik maupun dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), kubu paslon 02 justru mereka melakukan survei internal. Mereka menilai, lembaga survei saat ini sudah tidak netral lagi. Bahkan, yang lebih parah lagi muncul tuduhan bahwa lembaga survei sudah dibayar kelompok tertentu untuk mengunggulkan salah satu paslon.
(Baca Juga: Sandiaga Gelar Simulasi Jelang Debat Ketiga Hadapi Ma'ruf Amin)
Padahal, lembaga survei tidak mungkin mengeluarkan hasil surveinya tanpa data dan metode yang ilmiah. Tentu setiap lembaga survei sebelum mengeluarkan hasil risetnya, sudah melakukan sesuai metode yang ilmiah. Kredibilitas nama lembaga survei pun dipertaruhkan, jika mereka merilis hasil surveinya tanpa metodologi yang ilmiah.
Menurut Direktur Eksekutiv Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya, survei internal diragukan kredibilitas. Apalagi survei itu dilakukan oleh mereka yang ikut bertarung dalam pilpres ini. “Lembaga survei internal itu berbahaya. Apakah lembaga survei yang sudah dikontrak internal atau apa. Atau pihak tertentu dengan tenaga ahli statistik melakukan survei secara internal. Namun, ketika ditanya ditanya datanya mereka tidak mau terbuka katanya rahasia. Jika rahasia kenapa hasilnya dirilis ke publik,” ujar Yunarto, di Jakarta, Jumat (16/3/2019).
Ia menambahkan, bukan saat pilpres ini saja ada pihak yang tidak percaya lembaga survey. Tetapi juga di pilkada lembaga survei di tuduh berpihak, dan bermain dengan angka itu biasa terjadi. Oleh sebab itu, lanjut lulusan terbaik Jurusan Hubungan Internasional di FISIP Universitas Katolik Parahyangan Bandung mengungkap diperlukan pembentukan asosiasi lembaga survei yang bertujuan mewadahi dan terdaftar berbadan hukumsehingga jelas saat dimintai pertanggungjawaban baik kode etik dan hukum.
“Saat ini, ada sekitar 40 lembaga survei nasional. Jika ada polemik bisa diselesaikan, data yang dirilis oleh lembaga survei ke publik, bisa di laporkan. Tahun 2014 lalu, karena dianggap bermasalah, ada lembaga survei laporkan. Kemudian, setelah didebatkan di dewan etik ada dua lembaga survei dikeluarkan dari asosiasi lembaga survei Indonesia,” ujarnya.
(Baca Juga: BSSN Sebut Situs KPU Masih Aman dari Hacker saat Pilpres 2019)
Pria yang juga akrab disapa Mas Toto menambahkan kalau lembaga survei bisa saja salah. Namun, yang utama jangan melakukan kebohongan. “Memang agak sulit mengakomodir tuduhan lembaga survei, karena pihak yang merasa kalah menganggap kembaga survei salah. Disini penting untuk menguji, tidak mungkin lembaga survei merilis hasil imbang di dua kubu, pasti ada yang lebih baik dan buruk. Ini kan kegiatan ilmiah yang dipotret dari perilaku pemilih di lapangan. Kuncinya, ilmiah atau tidak dan bisa dipertanggungjawabkan,” katanya.
Keunggulan paslon 01 yang dirilis beberapa lembaga survei, salah satu penilaiannya adalah rakyat merasa puas dengan kinerja Presiden Jokowi yang begitu tinggi. Hal inilah yang membuat Paslon nomor urut 01 unggul.
(Arief Setyadi )