Vivin mengatakan, publik mulai melihat perbedaan visi-misi dan program di antara kedua paslon. Capres petahana tetap mengandalkan program-program yang sudah berjalan, seperti pembangunan infrastruktur. “Uji coba dan peresmian MRT misalnya, menjadi pembuktian Jokowi mampu merealisasikan infrastruktur yang tertunda selama puluhan tahun,” kata Vivin.
(Baca Juga: PDIP Sulbar Bakal All Out untuk Jokowi-Ma'ruf Amin)
Jokowi-Ma’ruf juga menawarkan janji-janji baru, seperti kartu prakerja. Selain didesain untuk mengatasi persoalan lapangan kerja, program ini digadang-gadang mampu menaikkan kualitas sumber daya manusia (SDM). “Selama 4,5 tahun Jokowi dikritik terlalu fokus pada infrastruktur, kemudian dijawab dengan program pembangunan SDM,” terang Vivin.
Sebaliknya, kubu penantang dengan nomor 02 masih mengulang-ulang wacana yang berbau nasionalis. Di mana Prabowo berulang kalo mengungkapkan isu kebocoran kekayaan negara dan tekad untuk tidak lagi membuka keran impor. “Sudah sejak laga pertama Prabowo melawan Jokowi pada 2014 silam, wacana kebocoran pun malah jadi anekdot di mata publik,” kata Vivin.
Prabowo-Sandi kemudian memperdalam janji-janjinya, seperti tekad untuk menurunkan harga bahan pokok dan tarif listrik dalam 100 hari pemerintahan. Atau mengusulkan kebijakan meliburkan sekolah sebulan penuh selama Ramadan. “Kandidat penantang ingin menunjukkan kelemahan petahana dalam mengelola sejumlah isu,” ujar Vivin.