JAKARTA - Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Amir Syamsuddin tak setuju dengan aksi turun ke jalan berdemonstrasi bila keberatan dengan hasil pemilu. Sebab, sudah ada mekanismenya sebagaimana diatur dalam undang-undang.
"Bukan dengan aksi demonstrasi. Menuntut diskualifikasi terhadap pasangan calon sudah terlalu jauh. Negara sudah mengatur mekanismenya terhadap hal-hal yang keberatan terhadap hasil perhitungan. Di antaranya, menggugat ke MK. Kita tidak mengenal peradilan jalanan," katanya, Rabu (8/5/2019).
Kendati demikian, Amir mempersilakan bagi yang ingin melakukan aksi di depan Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) karena menyatakan pendapat dijamin undang-undang. Asalkan dilakukan dengan tertib, aman dan tidak mengganggu ketertiban umum.
"Kebebasan pendapat itu dibolehkan, tapi kalau menuntut agar mendiskualifikasi salah pasangan calon sudah ada mekanismenya. Sudah diatur dalam undang-undang," ujar politikus Demokrat itu.
(Baca Juga: Besok Kivlan Zein Gelar Aksi People Power di KPU dan Bawaslu)
Sementara Direktur Advokasi dan Hukum BPN Prabowo-Sandi, Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, saat ini BPN sedang fokus mengumpulkan bukti pelanggaran pemilu untuk kemudian dilaporkan ke Bawaslu. Sehingga, BPN tak akan mengambil langkah untuk mengepung KPU.
BPN kalau menemukan kecurangan akan memilih jalur hukum yang telah diatur oleh undang-undang. Maka, BPN tak berencana menggelar aksi people power, apalagi sebagai bentuk mengintimidasi penyelenggara pemilu.
"Hal ini sesuai dengan arahan Pak Prabowo, bahwa segala sesuatunya mesti mengikuti atau mengambil langkah-langkah sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku," ujarnya.
(Baca Juga: Timses Jokowi Respons Aksi People Power: Jangan Nodai Bulan Ramadan)
Aksi mengepung KPU dan Bawaslu diketahui diungkapkan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Mayor Jenderal Tentara Nasional Indonesia (purn) Kivlan Zen. Rencananya ia akan melakukan aksi tersebut pada Kamis 9 Mei 2019.
Pada aksi tersebut menuntut penyelenggara pemilu mendiskualifikasi pasangan calon nomor 01 Jokowi-Ma'ruf Amin. Massa aksinya dinamakan Gabungan Elemen Rakyat untuk Keadilan dan Kebenaran (Gerak).
(Arief Setyadi )