SEJUMLAH veteran yang tinggal di Kota Tangerang Selatan (Tangsel) mengungkapkan keprihatinan atas minimnya perhatian pemerintah daerah atas nasib mereka. Sebagian besar veteran, harus melalui usia senjanya dengan hidup jauh di bawah kecukupan.
Okezone coba berbincang dengan pengurus Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) Kota Tangsel, di kantor sementara yang terletak di Jalan H Usman Nomor 1, Ciputat. Letaknya persis di belakang Koramil Ciputat, berdampingan dengan bangunan Gelanggang Olah Raga (GOR).
Ketua LVRI Tangsel, Nurhasan (91) mulanya mengawali cerita tentang masa-masa perjuangan yang dilaluinya sejak tahun 1945 silam. Kala itu, dia tergabung di dalam Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang malang-melintang menembus berbagai wilayah di Banten dan Jawa Barat.
"Saya pertama bergabung di BKR, terus ditugasin bersama Batalion 3, pindah-pindah lokasi terus. Pertama dari Tangsel diperintah ke daerah Parung-Bogor, terus sampai daerah puncak, lalu lanjut ke Cianjur. Waktu itu di bawah komandan Ishak Juarsa, orang Jawa Barat," tutur Nurhasan, Kamis (15/8/2019).
Usia Nurhasan masih terbilang remaja saat memutuskan bergabung angkat senjata melawan penjajah Belanda dan Jepang. Padahal, ucap dia, tak banyak rekan-rekan sebaya yang berani mengambil resiko itu. Apalagi front-front perjuangan rakyat hanya mengandalkan bambu runcing sebagai senjata utama.
"Kita cuma bawa bambu runcing, dan terus berpindah-pindah. Karena Belanda waktu itu menyisir mana saja daerah yang melawan. Kalau ketahuan kita pejuang, pasti langsung dikepung tempat kita. Ibaratnya, mereka pakai senjata otomatis tapi kita cuma bawa bambu runcing, jadi harus pintar adu taktik juga," katanya.
Lantas Nurhasan mengutarakan, apa alasannya memilih berjuang dengan kekuatan jauh tak imbang layaknya David vs Goliath. Belum lagi, proses itu mengharuskan pula perpisahan dengan orang tua dan saudara tercinta hingga batas waktu tak tentu.
"Waktu itu kita memang pada keras pendirian untuk mengamankan proklamasi kemerdekaan oleh Bung Karno. Kita nggak rela orang-orang Belanda menguasai wilayah kita. Taruhannya nyawa, keluarga, saudara, pasti sulit ketemu, waktu itu saya belum menikah. Kalau dibilang nekat ya nggak juga, karena niat kita sudah lillahi ta'ala berperang waktu itu," sambungnya.