10 OKTOBER 2018, Micha Matong menangis tersedu-sedu. Air mata tak henti-hentinya menetes saat membicarakan putrinya, Windy Fransisca, hampir dua pekan setelah gempa dan likuefaksi melanda Desa Jono Oge, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.
Mengutip dari BBC News Indonesia Windy bersama 27 temannya dari SMA Negeri 2 Palu berada di desa tersebut saat kegiatan pembekalan rohani di gereja Jono Oge. Dari jumlah siswa sebanyak itu, 13 orang dinyatakan hilang. Windy termasuk di antara mereka yang hilang tersebut. Jasadnya tidak pernah ditemukan sampai sekarang.
Saat BBC News Indonesia menemui Micha 18 September 2019 lalu, dia tampak jauh lebih tegar. Dia tak lagi menangis ketika menceritakan perjuangannya memeriksa semua jenazah yang pernah ditemukan dari lokasi bencana likuefaksi di Desa Jono Oge demi mencari Windy. Micha yakin anaknya masih hidup.
"Sampai hari ini tidak ada satupun bukti atau saksi yang menyatakan langsung bahwa anak-anak kami sudah tiada," kata Micha.
Baca Juga: Korban Gempa dan Likuefaksi Palu Sudah Kembali ke Petobo
Berdasarkan keyakinan itu, Micha dan para orang tua yang anaknya hilang di Jono Oge mencari beragam petunjuk dari sejumlah saksi tentang keberadaan anak-anak mereka. Sekecil apapun petunjuk itu.
 
Para orangtua yang kehilangan anak-anaknya juga rutin berkumpul, berbagi informasi, dan berdoa bersama guna saling menguatkan.
Informasi-informasi yang mereka kumpulkan selama setahun terakhir itu telah diserahkan kepada polisi. Namun karena keterangan para saksi kurang kuat, kasus anak-anak yang hilang ini tidak dapat dilanjutkan.
Menurut pengakuan Micha, orang-orang di sekitarnya telah menyarankan untuk berhenti mencari. "Mereka bilang, 'sudahlah, tidak usah dicari daripada buang waktu dan tenaga, lihatlah situasi, ini anak pasti tertelan lumpur'," ujar Micha.
Namun, Micha pantang menyerah. "Kami berdoa, suatu hari, kami yakin anak kami pasti akan kembali," tutup Micha.
Baca Juga: Kerugian Gempa Sulawesi Tengah Capai Rp18,48 Triliun