Kisah-kisah pilu mengalir terucap dari para pengungsi dan korban kerusuhan. Tak pandang bulu, medis dan tenaga guru yang harusnya tidak tersentuh, pun turut menjadi korban, dan harus juga mengungsi ke Jayapura. Salah satunya adalah ibu guru Andi Munawwarah, guru asli Makassar ini tergabung dalam program Guru Garis Depan (GGD) untuk daerah yang tergolong 3 T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar) sejak 4 Tahun silam dan mendapat tugas pengabdian di Wamena Kabupaten Jayawijaya, tepatnya di sekolah SMA Negeri Kurulu, Distrik Kurulu Jayawijaya.
Sore itu, sekitar pukul 17.15 WIT, Pesawat Hercules kembali menurunkan ratusan Pengungsi, ini adalah penerbangan terakhir di hari Kamis 26 September, yang membawa serta ibu guru Andi Munawarah.
Kala itu, wajah lemah akibat lamanya mengatri di Bandara Wamena, ditambah trauma peristiwa pilu yang dialaminya itu, membuat ibu guru Andi nampak tak berdaya sembari bersandar di sofa yang berada di pojok ruang Base Ops Lanud.
Kala itu, saat ditanya peristiwa yang dialaminya itu oleh awak media dan Dan Lanud Silas Papare, Marsma TNI Tri Bowo Budi Santoso, raut sedih dengan tetes air mata tak mampu dibendungnya.
"Tidak ada keluarga saya di sini. Hanya tetangga di Kampung saja, tapi saya tidak tahu rumahnya," ucapnya mengawali cerita.
Dikatakannya, dia akan ke Manado Sulawesi Utara untuk bertemu dengan sang suami yang juga seprofesi dan sama sebagai guru program GGD. Sang suami bertugas di perbatasan negara Filipina.
"Saya mau ketemu dengan suami saya pak. Nanti besok di Manado," ucap dia saat itu.
Yang membuat publik terenyuh, adalah jiwa seorang guru yang memiliki tanggungjawab besar atas pendidikan anak murid seperti ibu Guru Andi. Kerusuhan yang terjadi di saat anak murid akan menjalani ujian semester ini, membuat dia bimbang untuk mengungsi. Antara ingat tanggungjawab untuk pendidikan anak murid, dan keselamatan jiwanya.
Kajadian yang disebutnya paling parah tersebut, membuat semua tenaga didik dan kesehatan memilih untuk mengungsi ke Jayapura.