JAKARTA - Adanya Peraturan Menteri Perdagangan No. 76 Tahun 2019 dinilai beberapa pihak memicu kekhawatiran para pelaku usaha pelayaran nasional akan menyebabkan perairan Indonesia dibanjiri kapal bekas impor. Namun, penilaian tersebut dinilai berlebihan.
Anggota Komisi V dan VI DPR periode 2014-2019, Bambang Haryo Soekartono mengatakan importasi dan operasionalisasi kapal di Indonesia tidak mudah dan diproteksi secara ketat oleh regulasi sesuai dengan standar dan aturan internasional dari klasifikasi Indonesia ataupun klasifikasi asing asal kapal.
"Beli kapal bukan seperti produk lain yang regulasinya longgar. Impornya diawasi ketat oleh pemerintah, terutama Kementerian Perhubungan. Bahkan instansi lain ikut terlibat mengawasi, seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Biro Klasifikasi Indonesia (BKI), dan Bea Cukai," kata Bambang, Minggu (10/11/2019).
Baca Juga: KLHK dan Komisi IV DPR Tinjau Lokasi Karhutla di 4 Provinsi
Wakil Ketua Bidang Maritim DPP Gerindra itu juga mengatakan jauh hari sebelum diimpor kapal bekas tersebut akan diperiksa secara ketat oleh Kemenhub sebelum disetujui.
"Butuh waktu cukup panjang karena perlu ada pengecekan langsung dari kementerian terkait ke tempat asal kapal. Semua kapal yang diimpor tidak boleh dalam keadaan lay-up atau nganggur," ujarnya.
Klasifikasi kapal bekas tersebut rata-rata diakui oleh International Association of Classification Societie’s (IACS) serta disesuaikan dengan standarisasi dan aturan Safety of Life at Sea (SOLAS) yang terdaftar di International Maritime Organization (IMO).