JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) rampung memeriksa Wakil Ketua DPR RI sekaligus Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar sebagai saksi untuk tersangka Hong Artha.
Pria yang karib disapa Cak Imin tersebut didalami KPK soal aliran uang dugaan suap dari terpidana perkara korupsi proyek pembangunan jalan milik Kementeriaan PUPR, Musa Zaenudin.
"Penyidik mendalami pengetahuan saksi terkait dugaan penerimaan uang 7 miliar dari Musa Zaenudin untuk proyek jalan di Maluku," kata Plt Jubir KPK, Ali Fikri di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (29/1/2020).
Baca juga: Diperiksa KPK 5 Jam, Muhaimin Iskandar Dicecar Banyak Pertanyaan
Ali masih enggan menyimpulkan apakah Muhaimin Iskandar turut menerima aliran uang dugaan suap tersebut atau tidak. Sebab, kata Ali, hal itu sudah masuk dalam materi penyidikan KPK.
"Apakah saksi mengetahui atau bahkan apakah itu saksi ikut menerima dan sebagainya, itu tentunya tidak bisa kami sampaikan untuk saat ini. Karena itu sudah masuk pada materi pemeriksaan," kata Ali.
Sekadar informasi, nama Muhaimin Iskandar disebut-sebut dalam surat permohonan Justice Collaborator (JC) yang dilayangkan mantan Politikus PKB, Musa Zainuddin pada Juli 2019. Dalam surat permohonan JCnya, Musa mengungkap adanya dugaan aliran duit ke petinggi PKB yang tak pernah terungkap di persidangan.
Baca juga: Muhaimin Iskandar Dikawal 2 Mantan Menteri Asal PKB saat Penuhi Panggilan KPK
Musa merupakan terpidana dalam kasus ini. Ia dihukum sembilan tahun penjara karena terbukti menerima suap Rp7 miliar untuk meloloskan proyek infrastruktur Kementerian PUPR di Maluku dan Maluku Utara tahun anggaran 2016. Uang itu berasal dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama, Abdul Khoir.
Dalam suratnya, Musa mengaku bahwa duit yang ia terima tak dinikmati sendiri. Sebagian besar duit itu, kata dia, diserahkan kepada Sekretaris Fraksi PKB kala itu, Jazilul Fawaid dengan jumlah Rp6 miliar. Musa menyerahkan uang tersebut di kompleks rumah dinas anggota DPR kepada Jazilul.
Setelah menyerahkan uang kepada Jazilul, Musa mengaku langsung menelepon Ketua Fraksi PKB Helmy Faishal Zaini. Ia meminta Helmy menyampaikan pesan ke Muhaimin bahwa uang Rp6 miliar sudah diserahkan lewat Jazilul.
Muhaimin membantah pernyataan Musa yang dituangkan dalam surat JCnya. Ia menegaskan tidak menerima uang dari Musa Zaenudin terkait perkara ini. Pun demikian terhadap dugaan aliran uang suap sebesar Rp6 miliar.
"Tidak benar (aliran uang ke petinggi PKB). Tidak benar," kata Muhaimin usai diperiksa KPK.
KPK belakangan kerap memanggil dan memeriksa sejumlah politikus terkait kasus suap proyek jalan ini. Salah satu yang juga pernah diperiksa yakni, Wakil Gubernur Lampung yang juga Politikus PKB, Chusnunia Chalim alias Nunik. Selain itu, pada 30 September 2019, tim penyidik juga memeriksa tiga Politikus PKB yakni, Fathan, Jazilul Fawaid, dan Helmi Faisal Zaini.
Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan Komisaris sekaligus Dirut PT Sharleen Raya JECO Group, Hong Artha John Alfred sebagai tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan milik Kementeriaan PUPR.
Hong Artha diduga secara bersama-sama memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara. Janji atau uang yang diberikan tersebut diduga untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan jabatannya.
Salah satu penyelenggara yang diduga menerima suap dari Hong Artha yakni, Kepala Badan Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara, Amran HI Mustary. Amran diduga menerima uang sebesar Rp8 miliar dan Rp2,6 miliar dari Hong Artha.
Atas perbuatannya, Hong Artha disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Hong Artha merupakan tersangka ke-12 setelah sebelumnya KPK menetapkan 11 orang lainnya. 11 orang yang dijerat KPK tersebut sudah divonis bersalah dan dijebloskan ke penjara.
(Awaludin)