SEMARANG – Seorang mahasiswi di Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah, harus bekerja di kafe untuk menyambung hidup di tengah pandemi corona virus disease (covid-19). Dia memutuskan tidak pulang kampung, namun kiriman uang dari orangtuanya tiga bulan terakhir juga masih belum diterima.
Mahasiswi tersebut adalah REN asal Kabupaten Tapanuli di Sumatera Utara. Dia tercatat sebagai mahasiswa semester VIII Fakultas Sains dan Matematika Universitas Diponegoro (Undip) Semarang.
"Sekarang kerja part time di kafe. Satu hari kerjanya enam jam. Tapi kafenya mau tutup," kata REN yang mengaku sebagai anak petani tersebut, Sabtu 25 April 2020.
Dia merupakan 1 dari 1.000 mahasiswa penghuni Rumah Susun Mahasiswa Undip Semarang. Banyak rekannya yang telah pulang kampung dan kini tinggal 150 mahasiswa bertahan di sana.
Total Rusun Mahasiswa Undip terdiri dari 5 unit gedung. Setiap unitnya terdiri dari 2 bidang dan memiliki 5 lantai.
Mahasiswa yang menghuni rusun tersebut berasal dari berbagai daerah di Indonesia, bahkan terdapat juga mahasiswa dari negara sahabat.
REN tidak sendiri, karena masih banyak rekannya yang bernasib serupa. Mereka harus pandai berhemat di tengah segala keterbatasan akibat pandemi virus corona. Kiriman uang dari kampung halaman juga masih belum diterima.
Kondisi ini membuat Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengecek langsung kondisi 150 mahasiswa tersebut. Sembari menjaga jarak, ia berdialog para mahasiswa.
Ganjar memastikan para mahasiswa yang tetap bertahan di Semarang akan mendapat bantuan logistik.
"Nah, kemarin kita mendengar mahasiswa Undip yang tidak pulang cukup banyak. Bisa tidak kita lihat kondisinya. Bahkan tadi ada yang kondisinya sudah tidak mendapat kiriman dari orangtuanya dan bekerja part time di kafe, tapi kafenya mau tutup," katanya.
Ia mengatakan sejumlah bantuan diberikan untuk mahasiswa yang tetap bertahan di rusun tersebut. Di antaranya berupa beras, mi instan, minyak goreng, buah-buahan, sampai makanan siap saji.
(Hantoro)