KUWAIT – Pandemi global Covid-19 membuat kehidupan pria-pria yang berpoligami di Kuwait menjadi semakin rumit, terutama terkait kebijakan penguncian yang melarang mereka bepergian ke luar rumah.
Kuwait telah memberlakukan aturan ketat untuk menghentikan penyebaran virus corona di negara itu, termasuk dengan memberlakukan penguncian skala nasional di seluruh wilayahnya hingga 30 Mei. Penguncian itu menangguhkan semua kegiatan di sektor swasta dan publik kecuali kegiatan penting, dan menerapkan jam malam yang hanya memungkinkan orang pergi berbelanja bahan makanan sekali setiap enam hari.
Aturan pembatasan itu menimbulkan pertanyaan bagi pelaku poligami Kuwait: dengan keluarga yang mana Anda akan melakukan karantina? dan bagaimana mengunjungi keluarga kedua Anda?.
"Hidup saya menjadi sangat rumit," kata Abu Othman, seorang pelaku poligami berusia 45 tahun dan ayah dari 10 anak, kepada AFP.
“Saya terus bergerak di antara mereka (keluarga). Kadang-kadang patroli polisi memahami situasi saya, sementara di lain waktu saya harus mengajukan permohonan izin mengklaim ada 'darurat keluarga'”.
Pelaku poligami di Kuwait memiliki jumlah yang cukup besar, sekira 8 persen dari populasi negara Timur Tengah itu.
Abu mungkin adalah salah satu pria yang beruntung karena kedua istrinya tinggal di daerah yang sama, membuatnya lebih mudah untuk menghabiskan waktu bersama kedua keluarga. Namun, bagi sebagian pelaku poligami lain, penguncian Covid-19 telah menyebabkan beberapa masalah hubungan serius.
Begitu seriusnya situasi yang dialami pelaku poligami di Kuwait sampai-sampai Komite Fatwa di Kementerian Awqaf dan Urusan Islam Kuwait harus turun mengklarifikasi beberapa hal.
"Seorang pelaku poligami yang terpaksa tinggal di salah satu rumah istrinya karena jam malam harus memberi (istri) satunya (atau istri-istri yang lain) pilihan antara menerimanya atau menyetujui perceraian (jika mereka mau)," kata seorang anggota komite kepada media nasional.