BAKU - Sengketa wilayah antara Armenia dan Azerbaijan kembali pecah setelah kedua belah pihak terlibat pertempuran, yang terbesar dalam beberapa tahun terakhir. Setidaknya 23 orang tewas dalam pertempuran antara kedua negara bekas Uni Soviet di wilayah Nagorno-Karabagh pada Minggu (27/9/2020).
Kementerian pertahanan Armenia mengatakan serangan terhadap permukiman sipil di Nagorno-Karabakh, termasuk ibu kota regional Stepanakert, dimulai pada Minggu pagi.
Otoritas separatis di Nagorno-Karabakh mengatakan 18 orang tewas, 16 tentara mereka, seorang wanita dan seorang anak, dan 100 lainnya luka-luka. Sedangkan Azerbaijan mengatakan lima anggota keluarga yang sama tewas akibat penembakan Armenia.
BACA JUGA: Konflik Nagorno-Karabakh, Warga Sipil Azerbaijan Jadi Korban Utama
Darurat militer diberlakukan di tengah kekerasan di beberapa bagian Azerbaijan, serta di Armenia dan Nagorno-Karabakh, demikian diwartakan BBC.
Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan menyerukan rakyatnya untuk "bersiap mempertahankan Tanah Air" setelah menuduh Azerbaijan melakukan "agresi yang direncanakan" ke Nagorno Karabagh. Dia memperingatkan bahwa kawasan itu berada di ambang "perang skala besar" dan mendesak komunitas internasional untuk bersatu guna mencegah destabilisasi lebih lanjut.
Armenia mengatakan telah menembak jatuh dua helikopter dan tiga drone, serta menghancurkan tiga tank selama bentrokan pada Minggu.
Sementara itu kementerian pertahanan Azerbaijan mengonfirmasi hilangnya satu helikopter tetapi mengatakan awaknya selamat. Kementerian juga melaporkan bahwa 12 sistem pertahanan udara Armenia telah dihancurkan, membantah kerugian lain yang dilaporkan oleh Armenia.
BACA JUGA: Dubes Azerbaijan: Kami Siap Berdamai dengan Armenia
Wilayah Nagorno-Karabagh secara internasional diakui sebagai bagian dari Azerbaijan, tetapi dikendalikan oleh etnis Armenia.
Perseteruan kedua negara terkait wilayah ini telah melahirkan salah satu sengketa teritorial tertua di dunia.
Puluhan ribu orang tewas saat pertempuran meletus pada awal 1990-an. Konflik tetap tidak terselesaikan selama lebih dari tiga dekade, dengan pertempuran yang pecah secara berkala.
Pada Juli, bentrokan di wilayah Kaukasus itu menewaskan setidaknya 16 orang, memicu demonstrasi terbesar dalam beberapa tahun di ibu kota Azerbaijan, Baku, di mana ada seruan untuk merebut kembali daerah tersebut.