JAKARTA - 5 Oktober tiap tahunnya merupakan momentum peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Tentara Nasional Indonesia (TNI). Tepat pada hari ini Korps Militer menginjak usia ke-75 tahun.
Demi memperingati HUT ke-75 TNI, Okezone merangkum beberapa peranan penting TNI saat Indonesia merebut kemerdekaaan. Beberapa diantaranya adalah pertempuran demi meraih kebebasan penjajahan dari tangan negara lain.
1. Pertempuran lima hari di Semarang melawan Jepang
Pertempuran Lima Hari, di Semarang terjadi pada 15 hingga 19 Oktober 1945. Ketika itu, Indonesia harus melawan Jepang.
Dimana hal itu merupakan pertempuran antara rakyat Indonesia melawan tentara Jepang di Semarang pada masa transisi kekuasaan ke Belanda yang terjadi pada tanggal 15–19 Oktober 1945. Dua penyebab utama pertempuran ini adalah karena larinya tentara Jepang dan tewasnya dr. Kariadi.
2. Peristiwa 10 November di Surabaya
Peristiwa 10 November, di daerah Surabaya pada 10 November 1945, dipimpin Kolonel (TKR) Sungkono.
Pertempuran Surabaya merupakan pertempuran tentara dan milisi pro-kemerdekaan Indonesia dan tentara Britania Raya dan India Britania. Puncaknya terjadi pada tanggal 10 November 1945.
Pertempuran ini adalah perang pertama pasukan Indonesia dengan pasukan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan satu pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesiayang menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme.
Usai pertempuran ini, dukungan rakyat Indonesia dan dunia internasional terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia semakin kuat. 10 November diperingati setiap tahun sebagai Hari Pahlawan di Indonesia.
3. Agregasi Militer I
Operasi Produk atau yang dikenal di Indonesia dengan nama Agresi Militer Belanda I adalah operasi militer Belanda di Jawa dan Sumatraterhadap Republik Indonesia yang dilaksanakan dari 21 Juli 1947 sampai 5 Agustus 1947.
Operasi Produk merupakan istilah yang dibuat oleh Letnan Gubernur Jenderal Johannes van Mook yang menegaskan bahwa hasil Perundingan Linggarjati pada tanggal 25 Maret 1947 tidak berlaku lagi.
Operasi militer ini merupakan bagian dari Aksi Polisionil yang diberlakukan Belanda dalam rangka mempertahankan penafsiran Belanda atas Perundingan Linggarjati. Dari sudut pandang Republik Indonesia, operasi ini dianggap merupakan pelanggaran dari hasil Perundingan Linggarjati.