“Alhamdulillah, saya sudah berangkat umroh dengan istri saya bulan November kemarin. Saya benar-benar tidak menyangka, selain kehidupan keluarga saya semakin baik saya juga mendapat kesempatan ini,” kenangnya.
Sebagai salah satu mitra Grab yang bisa dibilang jempolan, Benedi tak hanya khatam jalanan, tapi juga disiplin, jujur, dan punya rekam jejak yang bagus dalam melayani pengguna GrabBike dan GrabFood.
“Sampai sekarang sudah 2 tahun berjalan, yang terasa terutama penghasilan saya sekarang sangat cukup. Yang terpenting sekarang kerja sungguh-sungguh. Kerja niat pasti hasilnya juga maksimal,” ujarnya.
Hal ini dibuktikan Benedi dengan tidak pilih-pilih penumpang. Dengan prinsip kerja niat, kerja jujur, dan harus semangat dalam melayani penumpang dan menomorsatukan kenyamanan penumpang, Benedi selalu berusaha melayani penumpang dengan setulus hati.
Ada pengalaman berkesan bagi Benedi, yaitu saat mengantarkan penumpang ke rumah sakit dan bertemu di kemudian hari dalam keadaan yang jauh lebih baik, membuat Benedi merasa sangat gembira. Selain itu, Benedi juga pernah mendapat penumpang dari Thailand yang ingin berkunjung ke Kampung Pare di Kediri.
Walaupun tidak bisa bahasanya, Benedi tidak kehabisan akal, ia menggunakan Google Translate untuk berkomunikasi. “Untung juga ada fitur GrabChat di aplikasi, yang benar-benar membantu saya berkomunikasi dengan lebih mudah dengan orang asing,” katanya.
Kegigihan Benedi, ditambah semangat dan kejelian melihat peluang, membuatnya sukses mengubah nasib dari seorang kuli kasar menjadi driver jempolan. Kini, Benedi sudah mulai mempersiapkan jaminan masa tuanya.
Penghasilan sebagai mitra Grab yang dikumpulkan, ia gunakan untuk membeli bibit-bibit tanaman di desa. Menurutnya, saat ini ia memang bergantung pada pekerjaan sebagai mitra pengemudi, namun nanti jika ia sudah tua, Benedi memiliki usaha lain untuk menafkahi keluarganya.
“Karena hasil dari Grab ini juga bisa saya gunakan sebagai modal usaha lain nanti saat saya sudah memutuskan untuk pulang dan menetap di desa,” pungkasnya.
Kisah lainnya datang dari Ika Dewi Sulistiani atau yang akrab disapa Dewi pun harus berjuang menghidupi keluarganya. Perempuan kelahiran Surabaya 33 tahun laluini mulanya bekerja sebagai tim administrasi cadangan di sebuah perusahaan. Saat itu dikontrak selama satu tahun untuk menggantikan karyawan yang sedang cuti melahirkan.
“Pekerjaan itu saya terima karena saya butuh biaya untuk hidup saya dan keluarga walaupun sebentar,” ujarnya. Namun setelah sampai di penghujung kontraknya, Dewi mulai khawatir karena belum mendapatkan pekerjaan lain.