Seiring dengan berjalannya waktu, pembatasan diperketat, yang mencakup pelarangan kegiatan keagamaan di gereja, kunjungan diplomat, kegiataan agama dan pertemuan umum.
"Jalan-jalan juga dipantau," ujar Araujo.
Langkah ini ditujukan untuk mencegah kerumunan, yang bisa menjadi penyebab penularan penyakit.
Ahli filsafat di biara Sao Bento, Sao Paulo, Brasil, yang juga banyak mengkaji sejarah Italia, Gustavo Catania, mengatakan, "Berbagai kegiatan sosial dan ekonomi dilarang. Semua festival agama dan yang bukan agama dibatalkan."
Aktivitas penyeberangan malam di Sungai Tiber, yang melewati kota Roma, dilarang.
Selain itu, Paus melarang warga di Roma berpuasa dan memastikan warga mengkonsumsi makanan yang bergizi, dengan harapan mereka tetap sehat ketika terkena penyakit.
Jika dalam satu keluarga ada yang jatuh sakit, seluruh keluarga tersebut dilarang keluar rumah, kebijakan yang pada praktinya sama dengan isolasi.
Masih dalam upaya untuk menekan pandemi, Paus membagi pastor dan dokter menjadi dua kelompok: kelompok yang melakukan kontak dengan warga yang sakit dan kelompok yang tidak melakukan kontak, yang diberi tugas menjaga warga yang tidak terkena penyakit.
Pertimbangan di balik pengelompokan ini adalah kekhawatiran bahwa para pastor yang berhubungan dengan pasien akan menjadi penyebar penyakit.
Araujo mengatakan karena kekhawatiran ini, para dokter dilarang meninggalkan Roma.
Isolasi terhadap para pasien ini pun diikuti dengan pembentukan jaringan pendukung.