Sebelumnya Presiden Joko Widodo, Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin dan Sultan Brunei Darussalam Hassanal Bolkiah menyampaikan pernyataan bersama. Isinya antara lain mengecam pelanggaran hukum internasional yang dilakukan oleh Israel terhadap rakyat dan wilayah Palestina, serta mendesak komunitas internasional menuntut Israel diadili atas pelanggaran hukum internasional tersebut.
Ketiga pemimpin di Asia Tenggara ini juga meminta pengiriman pasukan perdamaian internasional ke Yerusalem Timur untuk menjaga hak-hak rakyat Palestina dan kompleks Masjid Al-Aqsa.
Pengamat hubungan internasional dari Universitas Indonesia Yon Machmudi sependapat Indonesia juga perlu berbicara kepada kelompok kuartet, yakni Perserikatan Bangsa-Bangsa, Amerika Serikat, Rusia, dan Uni Eropa untuk mendesak Israel segera menghentikan kekerasan dan kembali ke meja perundingan.
Di samping itu, kelompok kuartet harus mendesak Israel menghentikan pembangunan permukiman baru Yahudi di Yerusalem Timur, yang memang ilegal menurut hukum internasional. Sebab proyek ini makin memperkeruh situasi di Yerusalem dan kian memperpanjang konflik di kota suci bagi tiga agama tersebut.
Ketika ditanya apakah Indonesia perlu membina hubungan diplomatik dengan Israel, Yon mengakui memang perlu pengakuan terhadap kedua pihak yang bertikai. Tapi kalau Indonesia memang serius ingin mengakui Israel, maka pengakuan terhadap kedua pihak juga harus dilakukan oleh negara- negara besar. Sekarang ini, Amerika, Inggris, dan sejumlah negara Eropa belum mengakui kemerdekaan Palestina.
"Sekarang ini tidak seimbang. Ada negara yang hanya mengakui Palestina saja seperti Indonesia dan juga ada yang hanya mengakui Israel saja. Saya kira harus ada keseimbangan," ujar Yon.
Namun Yon memperingatkan kalau Indonesia menjalin relasi resmi dengan Israel, dipastikan akan memperlemah posisi Palestina dan pihak yang mendukung Palestina menjadi berkurang. Kecuali ada komitmen serupa oleh negara-negara besar lainnya untuk mengakui kemerdekaan Palestina.
(Susi Susanti)