MAURITANIA – Meskipun pakaian menawan serba biru orang-orang Sahara sudah menjadi peninggalan masa lalu, tapi di bagian gurun yang masuk wilayah Mauritania, tradisi fashion itu masih hidup dan sepertinya akan terus dipertahankan.
Pakaian panjang yang longgar (daraa atau boubou) dan kerudung kain yang digunakan sebagai sorban (tagelmusts) adalah dua pakaian tradisional utama laki-laki nomaden di Sahara.
Asal usul pakaian di Afrika utara dapat ditelusuri kembali ratusan tahun ke belakang, dari abad ke-7 dan ke-8 hingga masa awal perdagangan trans-Sahara antara Sub-Sahara dan Afrika Utara.
Walau beberapa warga lokal menyebut pakaian itu melambangkan rasa malu dan kerendahan hati, sebagian besar penduduk setempat satu suara bahwa fungsi dasarnya adalah melindungi mereka dari matahari dan badai pasir yang sering terjadi di wilayah tersebut.
(Baca juga: Merinding! Google Earth Rekam Sosok Misterius Berjubah Putih di Tengah Gurun)
"Gaya dan bentuk daraa tidak hanya memungkinkan aliran udara di lingkungan yang sulit ini, tapi juga membantu laki-laki di Sahara untuk menghemat air tubuh di tengah gurun," kata pemandu lokal asal Mauritania, Dahid Jdeidou.
Saat ini, ketika lebih banyak orang menetap di kota-kota besar dan gaya busana yang cenderung condong meniru tradisi Barat, pakaian yang dikenakan laki-laki Sahara untuk melintasi gurun yang panas telah menjadi bagian dari masa lalu.
Namun, di Mauritania, ketika mayoritas laki-laki mengenakan daraa dan tagelmusts dalam nuansa biru yang menawan, tradisi itu masih hidup. Dan sepertinya, kebiasaan itu akan tetap ada untuk beberapa waktu ke depan.
(Baca juga: Sejarah Cadar di Padang Sahara)
Selama era perdagangan trans-Sahara, pusat transaksi jual-beli baru bermunculan di pinggiran gurun. Berbagai kelompok etnis menjual barang-barang yang dibutuhkan di Afrika Utara seperti rempah-rempah, mineral, hewan, dan tekstil.
Selama berabad-abad, perdagangan membawa banyak kelompok berbeda ke Mauritania, termasuk orang-orang Tuareg yang nomaden dari kawasan timur laut, kelompok Haratin dari tenggara dan Haalpulaar dari selatan.
Ketika para pendatang ini menetap di dekat komunitas Berber yang telah tinggal di Mauritania sejak abad ke-3, ajaran Islam dan bahasa Arab tetap berlaku, tapi budaya baru muncul.
Desain arsitektur berkembang. Buku-buku dari seluruh Sahara masuk ke perpustakaan lokal. Tren mode dari seluruh Afrika Utara masuk dan membuat gaya berpakaian baru dalam bentuk tunik berlengan panjang dan berlengan lebar.