Mereka secara ekonomis diuntungkan berkat adanya praktik ritual seks itu, sehingga secara sadar mereka berupaya agar mitos yang mengharuskan peziarah Makam Pangeran Samudro untuk melakukan ritual seks bisa tetap bertahan dan dipercaya sebagai sesuatu yang sah di masyarakat.
Menurut Taufiqurrahman para agen yang berusaha terus-menerus menyebarkan dan mewacanakan mitos Pangeran Samudro dan ritual seks saat berziarah adalah para pemilik warung dan penyedia jasa penginapan.
Mereka adalah para pendatang yang kemudian menetap di sana, membuat rumah dan warung di sisi kanan-kiri jalan menuju makam. Ada juga penduduk asli Gunung Kemukus. Mitos tersebut mulai disebarkan para pemilik warung dan penginapan ke peziarah sebelum menemui juru kunci.
Di sana mereka akan diiming-imingi stigma hajat peziarah akan terkabul jika berhubungan seks terlebih dulu.
“Fenomena tersebut bisa dijelaskan dalam kerangka teori dari Sosiolog Perancis, Pierre Bourdieu. Menurut Bourdieu, bahasa, simbol, atau juga mitos memiliki kekuatan untuk menentukan sikap dan pandangan dunia masyarakat,” ungkap Taufiqurrahman.
(Erha Aprili Ramadhoni)