MYANMAR – Junta Militer Myanmar mengudeta pemerintahan yang sah pada 1 Februari tahun lalu dan menyerahkan kekuasaan negara itu kepada panglima tertinggi angkatan bersenjata, menyusul penangkapan pemimpin de facto Aung San Suu Kyi dan para pemimpin tinggi lainnya.
Menurut Reuters, kekuasaan telah diserahkan kepada Panglima Militer Min Aung Hlaing. Melalui pidatonya di televisi milik militer Myawaddy TV, militer Myanmar mengatakan telah menahan para pemimpin politik kunci termasuk pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint sebagai tanggapan atas kecurangan pemilu dan telah menyatakan keadaan darurat.
Wakil Presiden Pertama Myanmar Myint Swe diangkat sebagai penjabat (plt) presiden negara itu. Dalam pernyataan yang disiarkan di televisi, militer Myanmar mengatakan Suu Kyi ditahan terkait dugaan “kecurangan pemilu”.
Baca juga: PBB dan AS Kecam Militer Myanmar Usai Protes Berakhir Mematikan
Aksi protes melawan militer Myanmar pun terus terjad dan kian memanas. Semua kalangan turun ke jalanan dan tak pernah gentar. Mulai dari pelajar, dosen, guru, tenaga kesehatan, dokter dan lainnya. Myanmar juga menghadapi gelombang kritikan dan kecaman dari dunia internasional. Termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan organisasi hak asasi manusia (HAM) internasional. Amerika Serikat (AS) dan sejumlah negara lainnya langsung memberikan sanksi internasional kepada militer Myanmar.
Protes pun masih terus berlanjut hingga akhir tahun lalu. Pada 6 Desember 2021, lima orang tewas dan setidaknya 15 orang ditangkap setelah pasukan keamanan Myanmar menabrak para demonstran anti-kudeta di Yangon dengan mobil.
Baca juga: Kelompok HAM: Junta Myanmar Blokir Bantuan untuk Pengungsi Usai Kudeta
Menurut keterangan saksi mata di lokasi kejadian, insiden itu menyebabkan puluhan orang terluka. Foto dan video di media sosial memperlihatkan kendaraan yang menabrak para pengunjuk rasa dan mayat-mayat bergeletakan di jalanan.