"Ini adalah luka yang akan bertahan selama sisa hidupku," katanya sambil menangis, melirik lubang menganga bekas senjata di pintu depannya dulu.
"Saya harus merangkak keluar dari reruntuhan dengan baju tidur saya. Kaki saya berdarah. Ini adalah tahun kedelapan perang, berapa lama penderitaan kita bisa berlanjut?" lanjutnya.
Dia pun meminta agar kedua negara segera berdamai.
"Berdamailah. Capailah kesepakatan. Kalian semua sudah dewasa, orang-orang terpelajar. Berdamailah agar orang bisa hidup bebas, tanpa air mata dan penderitaan," tuturnya.
Dalam konteks perang dan perdamaian versi modern, tujuan akhir Rusia belum jelas. Apakah Putin menyiagakan sekitar 100 ribu tentara di sepanjang perbatasan Ukraina untuk memaksa konsesi dari NATO, yang artinya Amerika Serikat? Atau apakah Putin ingin merebut bagian lain Ukraina?
Salah satu skenario yang mungkin terjadi adalah serangan terbatas. Artinya, pasukan Rusia hanya akan dikirim ke Ukraina Timur.
Rusia barangkali akan mencoba menampilkan citra sebagai "penjaga perdamaian" dan melindungi pemegang paspor Rusia.
Rusia sibuk mengeluarkan ratusan ribu paspor di wilayah yang dikuasai kelompok bersenjata yang menyokong mereka.
Pasukan Ukraina bersikeras bahwa jika Rusia datang, Rusia tidak akan menghadapi kemudahan seperti saat mereka menganeksasi semenanjung Krimea pada tahun 2014.
"Kami lebih siap kali ini," kata Alyona, seorang tentara yang ditempatkan di Timur.
"Saya ragu Rusia akan menyerang. Mereka ingin membuat panik dan menggunakannya sebagai pengaruh," katanya.
Moskow bersikeras tidak akan ada invasi. Namun jika memang akhirnya tidak berlangsung pendudukan darat, kerusakan telah terjadi.
Kekhawatiran internasional tentang kemungkinan invasi mengganggu kestabilan negara luas yang tampak seperti Barat ini.
Presiden Putin telah mencapai kemenangan, tanpa melepaskan tembakan. Dia melemahkan negara tetangga yang ia idamkan itu dan memaksa komunitas global untuk berpegang pada setiap kata-katanya.
Walau begitu, banyak pemimpin Barat cemas Putin tidak akan puas dengan pencapaian itu.
(Susi Susanti)