"Israel tidak sempurna, tetapi ini adalah demokrasi yang berkomitmen pada hukum internasional dan terbuka untuk pengawasan" dengan pers yang bebas dan Mahkamah Agung yang kuat,” terang Menteri Luar Negeri Israel Yair Lapid.
Israel telah mengutip kekhawatiran keamanan dalam memberlakukan pembatasan perjalanan pada warga Palestina, yang melakukan pemberontakan di awal 2000-an termasuk bom bunuh diri di kota-kota Israel.
Federasi Yahudi Amerika Utara juga mengecam laporan yang digambarkannya sebagai mendistorsi hukum internasional secara tidak bertanggung jawab, dan memajukan retorika kebencian dan meremehkan yang terkait dengan ekspresi kuno antisemit, sambil mengabaikan atau menutupi kekerasan, teror, dan hasutan yang dilakukan oleh orang Palestina.
Dewan Pusat Yahudi di Jerman menggemakan pernyataan-pernyataan itu dan meminta Amnesti Internasional seksi Jerman untuk menjauhkan diri dari laporan itu, yang disebut antisemit.
Adapun Palestina memuji laporan itu. "Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Majelis Umum berkewajiban untuk memperhatikan bukti kuat yang diajukan oleh Amnesti dan organisasi hak asasi manusia terkemuka lainnya dan meminta pertanggungjawaban Israel atas kejahatannya terhadap rakyat Palestina, termasuk melalui sanksi," kata kementerian luar negeri Palestina dalam sebuah pernyataan.
Warga Palestina mengupayakan negara mereka sendiri di Tepi Barat dan Gaza, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya. Gaza, jalur pantai yang juga direbut Israel dalam perang 1967 tetapi ditinggalkan pada 2005, dijalankan oleh Hamas, yang dianggap oleh Barat sebagai kelompok teroris.
Diketahui, putaran terakhir pembicaraan damai Israel-Palestina gagal pada 2014.
(Susi Susanti)