UKRAINA - Lebih dari selusin negara termasuk Inggris dan Amerika Serikat (AS), mendesak warga mereka untuk meninggalkan Ukraina di tengah munculnya peringatan bahwa Rusia akan "segera" menyerang Ukraina.
Moskow diketahui telah mengerahkan sekitar 100.000 tentaranya di sepanjang perbatasan dengan Ukraina, namun menyangkal bila disebut akan menginvasi.
Lalu bagaimana dengan warga negara Indonesia (WNI) yang tinggal di Ukraina? Salah satu WNI yang sudah tinggal di Ukraina selama lebih dari lima tahun, Benni Sitanggang, mengatakan pemerintah daerah tempatnya tinggal sudah menyiapkan berbagai kemungkinan bila sampai penyerbuan terjadi.
"Warga tidak terlalu panik, tetap menjalankan aktivitas seperti biasa. Namun bila terjadi hal tak diinginkan, seperti pengeboman ,semoga tidak terjadi, kita dikasih peta untuk tempat persembunyian, bunker-bunker untuk keamanan. Kita sudah dikasih peta, masyarakat tahu ke mana perginya bila terjadi hal-hal yang tak diinginkan," kata Benni kepada BBC News Indonesia.
Baca juga: PBB Khawatir Perang Ukraina Tidak Bisa Dicegah
Benni juga mengatakan pemerintah setempat juga meminta warga tak terlalu panik dan terus mengikuti berita dan mendengar seruan pemerintah apa yang harus dilakukan.
Baca juga: AS Peringatkan Maskapai Waspada Terbang di Dekat Perbatasan Ukraina-Rusia
Benni yang tinggal di Ternobil, sekitar lima jam berkendara dari Kiev, mengatakan kekhawatiran tertangkap namun mereka semua tetap waspada.
Ia juga mengatakan seruan dari KBRI meminta WNI tenang dan diberikan penyuluhan untuk persiapan, termasuk "mempersiapkan dokumen dalam tas, pakaian seperlunya" untuk berjaga-jaga.
"Kalau mau pulang pun kita bisa dipulangkan dengan keluarga. seperti saya yang menikah dengan warga Ukraina, saya bisa pulang bersama istri dan anak saya ke Indonesia," tambahnya.
Sementara itu, Erna Herlina, pejabat KBRI Ukraina mengatakan kondisi sehari-hari, termasuk di ibu kota Kiev, masih berjalan seperti biasa, dan tidak ada panic buying.
Pada Kamis (10/02), melalui keterangan pers secara daring, Kementerian Luar Negeri Indonesia memastikan kondisi 145 WNI yang ada di negara itu aman dan sehat.
"Berdasarkan laporan dari KBRI Kiev, saat ini aman dan dalam kondisi normal," ujar Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kemlu Judha Nugraha. Belum ada pernyataan terbaru tentang Ukraina dari Kemlu.
Lebih lanjut Judha menjelaskan bahwa Kemlu bekerja sama dengan KBRI Kiev, KBRI Warsawa, KBRI Moskow, serta sejumlah kementerian terkait di dalam negeri telah membangun rencana kontigensi untuk mengantisipasi jika terjadi ekskalasi situasi di Ukraina.
Di sisi lain, warga sipil Ukraina dilaporkan mendapatkan persiapan latihan oleh tentara dan pelatihan militer untuk bersiap menghadapi serbuan Rusia.
Marta Yuzkiv termasuk salah seorang yang ikut bersiap membela negaranya sebagai tentara cadangan walaupun ia mengatakan tidak ingin perang.
"Kami termasuk bagian dari tim pertahanan teritorial, kami harus mempertahankan kota tempat tinggal kami, gedung-gedung pemerintah, infrastruktur, dan lain-lain untuk membantu tentara bila terjadi penyerbuan besar," terangnya.
"Sebagian besar adalah warga sipil, kami harus belajar bekerja dalam tim, melakukan tugas-tugas militer mendasar, bagaimana melawan bila tentara musuh datang," lanjutnya.
Di antara warga sipil yang ikut bersiap ini termasuk seorang nenek berusia 78 tahun.
"Saat penyerbu datang, saya akan melawan dan saya akan sangat marah,” ujar Valentina Konstantinovska kepada BBC.
"Saya orang yang suka damai, tapi bila ada sesuatu yang diambil dari saya, dengan hadirnya penyerbu, saya akan lawan," lanjutnya.
Melalui sambungan telepon, PresidenAS Joe Biden telah memperingatkan Presiden Rusia Vladimir Putin akan risiko yang dihadapinya bila serangan terjadi.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky berkata peringatan invasi ini bisa memicu kepanikan, sesuatu yang disebutnya sebagai "teman baik musuh-musuh kami".
Gedung Putih memperingatkan invasi bisa dimulai kapan saja, dan dapat diawali dengan pengeboman dari udara. Rusia menyebut tuduhan ini sebagai "spekulasi yang provokatif".
Staf non-esensial telah diperintahkan untuk meninggalkan Kedutaan AS di ibu kota Ukraina, Kiev dan layanan konsulat akan ditangguhkan mulai hari Minggu (13/02), meskipun "kehadiran konsulat kecil" akan tetap ada di sebelah barat Kota Lviv "untuk menangani kasus-kasus darurat".
Kanada juga memindahkan staf kedutaannya ke Lviv, dekat perbatasan Polandia, sebut laporan dari media Kanada. Duta Besar Inggris untuk Ukraina, Melinda Simmons mencuit bahwa dirinya dan "tim inti" akan tetap berada di Kiev.
Rusia sendiri melakukan beberapa perubahan, dengan menyatakan akan "mengoptimasi staf" di kantor diplomatnya di Ukraina, menyusul "kemungkinan provokasi oleh rezim Kiev atau negara-negara ketiga".
AS telah menarik kembali 150 tentaranya yang melatih angkatan bersenjata Ukraina ke luar negeri, dengan alasan kehati-hatian. Maskapai penerbangan Belanda KLM mengumumkan mereka akan berhenti terbang ke Ukraina, berlaku efektif secepatnya, menurut media-media Belanda.
Presiden Zelensky mengatakan bila Barat memiliki bukti kuat akan invasi yang akan segera terjadi, dia belum melihatnya.
"Saya rasa ada terlalu banyak informasi di media tentang perang dengan skala besar," ujarnya.
"Kami memahami semua risikonya, kami memahami ancaman ini ada. Tapi jika Anda atau orang lain memiliki informasi yang dapat 100% dipercaya tentang invasi Federasi Rusia ke Ukraina... tolong bagikan info itu dengan kami,” ungkapnya.
Banyak negara, termasuk Australia, Italia, Israel, Belanda, dan Jepang sebelumnya telah mengimbau warganya untuk meninggalkan Ukraina. Beberapa telah mengevakuasi staf diplomatik mereka dengan keluarganya.
Di Kiev, beberapa ribu orang melakukan pawai di dalam kota pada Sabtu, meneriakkan slogan-slogan kesetiaan terhadap Ukraina dan menolak invasi Rusia. Pawai ini diorganisir oleh kelompok nasionalis sayap kanan yang bernama Gonor dan aktivis sayap kanan anti-Zelensky, Sergiy Sternenko.
Wartawan BBC Eleanor Montague berkata pawai ini tidak besar, tapi ini merupakan manifestasi perasaan publik yang pertama sejak ketegangan meningkat.
Sasha Nizelska, yang berkerja sebagai pengasuh anak di Kiev, berkata kepada BBC dia akan melawan serangan Rusia dengan sekuat tenaganya. Sentimen serupa juga dikatakan oleh orang-orang berbagai usia yang terlibat dalam demonstrasi.
Ketegangan terus meningkat, terlebih setelah Rusia terus mengirim pasukan ke sepanjang perbatasan timur Ukraina. Tentara Rusia juga melakukan latihan militer di Belarus, sementara angkatan laut berlatih di Laut Aziv yang terletak di sebelah tenggara.
Latihan laut ini menyebabkan munculnya tuduhan bahwa Rusia memblokade akses Ukraina ke laut.
Sementara itu, di 7.500 km sebelah timur Rusia, kementerian pertahanan Rusia mengatakan melihat kapal selam milik Angkatan Laut AS di dalam wilayah mereka. Pejabat AS berkata kapal selam itu berada di dekat Kepulauan Kuril dan gagal naik ke permukaan saat diperintahkan.
Kapal perusak Marsekal Shaposhnikov mengambil tindakan "pantas" yang tidak dijelaskan secara detail, dan kemudian kapal AS tersebut meninggalkan area itu, kata kementerian pertahanan Rusia. Seorang pejabat pertahanan AS dipanggil oleh Moskow terkait insiden ini.
Meski begitu, pejabat AS belakangan memberikan keterangan yang berbeda dengan versi Rusia.
"Tidak benar klaim Rusia yang menyebut kami beroperasi di wilayah perairan mereka," terang Juru Bicara Militer AS Kapten Kyle Raines dalam pernyataan, dikutip Reuters.
"Saya tidak akan mengatakan lokasi spesifik kapal selam kami, tapi Amerika terbang, berlayar, dan beroperasi dengan aman di perairan internasional,” lanjutnya.
(Susi Susanti)