JAKARTA – Perempuan memiliki potensi untuk mengambil peran yang sangat penting dalam penanggulangan bencana. Peran tersebut dapat dijalankan dalam setiap tahapan penanggulangan bencana, mulai dari prabencana, saat tanggap darurat hingga masa pemulihan.
Konteks ini didukung Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dalam upaya mewujudkan masyarakat tangguh.
Deputi Pencegahan BNPB Prasinta Dewi menyampaikan bahwa kelompok perempuan juga harus mendapatkan kesempatan untuk memperoleh kesetaraan akses, kapabilitas, sumber daya, dan peluang yang setara.
Pada satu sisi, perempuan memiliki kemungkinan berhadapan dengan ancaman bencana yang lebih besar. Berdasarkan kajian Oxfam, setiap terjadi bencana alam, nonalam, dan bahkan konflik sosial terdapat 60 sampai dengan 70 persen korban adalah perempuan dan anak serta lanjut usia, termasuk di dalamnya kelompok disabilitas.
“Perempuan dan anak-anak berisiko meninggal 14 kali lebih besar dari pada pria dewasa,” ujar Prasinta mengutip Kristina Peterson dalam Gender Issues in Disaster Responses.
Minimnya akses informasi dan keterlibatan perempuan dalam sosialisasi kebencanaan di tingkat dusun dan desa menjadi salah satu penyebab tingginya angka korban akibat kejadian bencana.
Baca juga: Banjir Terjang Klaten, 295 Unit Rumah Warga Terdampak
Di sisi lain, ketidakhadiran perempuan dalam kegiatan pendidikan bencana, sosialisasi, penyuluhan, latihan atau simulasi kebencanaan membuat pengetahuan dan keterampilan mereka terkait pencegahan dan penanggulangan bencana menjadi minim. Pengetahuan yang terbatas soal mengenal gejala alam dan teknik penyelamatan diri membawa konsekuensi perempuan lebih rentan menjadi korban bencana.
Baca juga: Pasca-Gempa Pasaman Barat, BNPB Kolaborasi dengan 4 Perguruan Tinggi
“Pada banyak kasus, perempuan sulit menyelamatkan diri saat bencana terjadi karena dihadapkan dengan berbagai macam situasi domestik atau rumah tangga,” ujarnya pada webinar bertajuk Partisipasi dan Kepemimpinan Perempuan Lokal dalam Manajemen Penanggulangan Bencana