Kisah Asal Usul Mpu Sindok Pendiri Kerajaan Medang

Alyssa Nazira, Jurnalis
Senin 21 Maret 2022 14:24 WIB
Ilustrasi Kerajaan Madang/ist
Share :

KERAJAAN Medang atau lebih dikenal sebagai Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan Mataram Hindu, merupakan kerajaan yang berdiri di Jawa Tengah pada ratus tahun ke-8, yang selanjutnya berpindah ke Jawa Timur pada ratus tahun ke-10.

(Baca juga: Menengok Keunikan Situs Srigading Peninggalan Mpu Sindok di Malang)

Para raja kerajaan ini banyak meninggalkan bukti sejarah berupa prasasti-prasasti yang tersebar di Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta membangun banyak candi yang bercorak Hindu maupun Buddha. Kerajaan Medang runtuh pada awal ratus tahun ke-11.

Melansir Buku Sejarah Nasional Indonesia Jilid II, Senin (21/3/2022), Mpu Sindok merupakan raja pertama Kerajaan Medang periode Jawa Timur, yang memerintah sekitar tahun 929 – 947. Mpu Sindok bergelar Sri Maharaja Rakai Hino Sri Isana Wikramadharmottunggadewa.

Pada masa pemerintahan Dyah Tulodhong, Mpu Sindok menjabat sebagai Rakai Mahamantri Halu. Sedangkan pada masa pemerintahan Dyah Wawa, ia naik pangkat menjadi Rakai Mahamantri Hino. Kedua posisi tersebut merupakan posisi tingkat tinggi yang hanya dapat diberi oleh keluarga raja, yang berarti, Mpu Sindok merupakan seorang bangsawan kelas tinggi dalam Kerajaan Medang.

Mpu Sindok mempunyai permaisuri bernama Sri Parameswari Dyah Kebi, yang merupakan putri dari Rakai Bawa. Sejarawan Poerbatjaraka menganggap Rakai Bawa sama dengan Dyah Wawa. Dengan demikian, Mpu Sindok diasumsikan sebagai menantu Dyah Wawa. Namun, Rakai Bawa merupakan nama suatu posisi, sedangkan Dyah Wawa merupakan nama orang, sehingga keduanya tidak bisa disamakan.

Adapun, Stutterheim yang menemukan tokoh Rakai Bawang Mpu Partha, yaitu seorang pejabat pada masa waktu seratus tahun pemerintahan Mpu Daksa. Menurutnya, Mpu Partha ini semakin tepat diasumsikan sebagai ayah Dyah Kebi, daripada Dyah Wawa. Selain itu ditemukan pula nama Rakryan Bawang Dyah Srawana yang bisa juga merupakan ayah Dyah Kebi.

Pemerintahan Mpu Sindok yang merupakan raja pertama Kerajaan Medang periode Jawa Timur, yang memerintah sekitar tahun 929 – 947 cukup meninggalkan banyak bukti sejarah, berupa prasasti-prasasti, seperti:

- Prasasti Turyan tahun 929, yang berisi permohonan Dang Atu Mpu Sahitya terhadap tanah di barat sungai desa Turyan supaya diproduksi menjadi sebagai tempat kontruksi suci.

- Prasasti Linggasutan tahun 929, berisi tentang penetapan desa Linggasutan, wilayah Rakryan Hujung Mpu Madhura Lokaranjana, sebagai sima swatantra sebagai tambahan biaya pemujaan bathara di Walandit setiap tahunnya.

- Prasasti Gulung-Gulung sedang dari tahun 929, berisi tentang permohonan Rake Hujung Mpu Madhura supaya sawah di desa Gulung-Gulung diproduksi menjadi sima untuk kontruksi suci Mahaprasada di Himad.

- Prasasti Cunggrang tahun 929, berisi tentang penetapan desa Cunggrang sebagai sima swatantra sebagai menrawat makam Rakryan Bawang Dyah Srawana, yang diduga sebagai ayah dari sang permaisuri Dyah Kebi.

- Prasasti Jru-Jru tahun 930, berisi tentang permohonan Rake Hujung Mpu Madhura supaya desa Jru-Jru di kawasan linggasutan diproduksi menjadi sima swatantra untuk merawat kontruksi suci Sang Sala di Himad.

- Prasasti Waharu tahun 931, berisi tentang anugerah yang diberikan kepada masyarakat desa Waharu yang dipimpin oleh Buyut Manggali, karena telah setia membantu negara melawan musuh.

- Prasasti Sumbut tahun 931, berisi tentang penetapan desa Sumbut sebagai sima Swatantra, karena kesetiaan Mapanji Jatu Ireng dan masyarakat desa itu menghalau musuh negara.

- Prasasti Wulig tanggal 8 Januari 935, berisi tentang peresmian bendungan di Wuatan Wulas dan Wuatan Tamya yang didirikan oleh para masyarakat desa Wulig di bawah pimpinan Sang Pamgat Susuhan. Peresmian ini dilakukan oleh seorang istri Mpu Sindok bernama Rakryan Mangibil.

- Prasasti Anjukladang tahun 937, berisi tentang penetapan tanah sawah di desa Anjukladang sebagai sima swatantra dan persembahan kepada bathara di Sang Hyang Prasada, serta pembangunan sebuah jayastambha atau tugu kemenangan. Tugu ini dibangun untuk peringatan atas kemenangan melawan agresi Kerajaan Sriwijaya yang sampai kawasan tersebut.

Mpu Sindok tutup usia tahun 947 dan dicandikan di Isanabajra atau Isanabhawana. Menurut prasasti Pucangan, posisi Mpu Sindok sebagai raja, dilanjutkan oleh putrinya yang bernama Sri Isana Tunggawijaya. Raja perempuan ini memerintah bersama suaminya yang bernama Sri Lokapala.

(Fahmi Firdaus )

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya