BANGKOK – Pemerintah Thailand mengatakan pada Minggu (17/4) pemboman yang terjadi pada bulan suci Ramadan di bagian selatan Thailand yang berpenduduk mayoritas Muslim tidak akan menggagalkan pembicaraan damai dengan pemberontak separatis setelah kelompok pemberontak mengaku bertanggung jawab atas serangan itu.
Diketahui, dua ledakan terjadi pada Jumat (15/4), yang menewaskan seorang warga sipil dan melukai tiga polisi, dilakukan oleh "G5", sebuah kelompok militan Organisasi Pembebasan Bersatu Patani (PULO). Hal ini diungkapkan Presidennya, Kasturi Mahkota, kepada Reuters.
Kasturi mengatakan kepada Reuters pada Sabtu (16/4) bahwa pembicaraan tidak cukup inklusif dan berjalan terlalu cepat. Kelompok pemberontak menolak kesepakatan yang akan mengesampingkan kemungkinan kemerdekaan dari Thailand yang mayoritas beragama Buddha.
Baca juga: Usai Berselisih 30 Tahun Lalu, Arab Saudi dan Thailand Sepakat Pulihkan Hubungan Diplomatik
PULO telah dikeluarkan dari pembicaraan antara Bangkok dan Barisan Revolusi Nasional (BRN), yang sepakat dua minggu lalu untuk menghentikan kekerasan selama bulan suci umat Islam hingga 14 Mei mendatang.
Baca juga: Imbas Pandemi, Maskapai Thailand Jual Kursi Pesawat untuk Bayar Utang
Negosiator pemerintah mengutuk kekerasan dalam email ke Reuters pada Minggu (17/4) tetapi mengatakan perjanjian gencatan senjata dengan BRN tetap berlaku. Koordinator dari kedua belah pihak bekerja sama untuk mencegah pihak lain merusak pembicaraan.